pada malam yang hening di ujung sajadah
kita kembali bertanya
adakah telah tepat langkah yang dilanjutkan?
atau seharusnya kita bepaling,
pergi,
meninggalkan.
lalu subuh datang dengan caranya sendiri
perlahan, disingkapnya tabir gelap pada setiap ufuk
berganti rerimbun biru yang dibawa oleh jingga yang merekah
pagi telah datang
dan kita memilih untuk tetap berjalan
jika nanti kita berjumpa sebab tujuan yang sama
biarkan aku bisa sepenuh yakin pada pengertianmu;
Allah yang akan selalu menjaga.
namun sebab kita tahu bahwa ada banyak jalan lain
menuju satu titik yang sama
akan kujadikan ini sebagai saat
dimana kunikmati kembali gema doa-doa
sebab tiada satu kejadian pun yang sia-sia
Makassar, 14 Desember 2014
teruntuk; pikiran yang aku repotkan
sekali lagi kutulis puisi ini untuk mencatat hari-hari kemarin
Saya yang selalu kesulitan untuk memulai pembicaraan, kemudian menemukan puisi sebagai kawan yang begitu baik. Yang dapat menjaga rahasia dengan apik.Yang dapat dengan sabar mendengarkan, tidak menyela dengan interupsi, tanpa pernah bertanya ‘Mengapa?’ Nikmatilah! Bukankah hidup ini adalah puisi yang indah?
Minggu, 14 Desember 2014
Senin, 27 Oktober 2014
Perempuan, Rumah Rembulan
aku tahu kau mencintai cahaya lebih dari apapun
lebih dari detak jantung
dan aliran darah pada tiap jengkal pembuluhmu
kau menganyam petak-petak sinar yang tertangkap oleh mata
menjahitnya pada dadamu
dan menghentikan degupnya sesekali
suatu hari, saat seseorang memilih untuk pergi
menghitung jumlah pergantian bulan kepada matahari
mendongeng bintang-bintang
menitip rindu pada awan
ia bukan mengemis pada bola-bola lampu
atau pada lilin-lilin yang melelehkan dirinya sendiri
ia bersinar dengan jiwa
yang tidak pernah memilih untuk redup begitu saja
perempuan di rumah rembulan berkata lirih;
“biarkan cinta mengeja namanya sendiri”
Kamis, 25 September 2014
lepaskan
saat hidup mengajarimu perihal menebak
warna apa yang akan kau jalin di langit yang luas
adakah telah tepat tambatan penantian
atau sauh harus kembali kau naikkan pada geladak
saat perjalanan menjadi tak berujung
kau menatap horison yang seolah tak tergapai
sementara kembali ke dermaga bukanlah pilihan
pecahkan kacanya dan pastikan hatimu telah siap
ia telah menunggu di sana
dan senja memintamu untuk berhenti
menikmati sejenak keseimbangan hari-hari
perihal teduh yang telah kau lupa
hanya karena menunggu lautan reda dari gemuruhnya
lepaskan, lepaskan, lepaskan pandangmu
jika debur ombak di lautan sudah teramat keras
mungkin memang saatnya kau memandang sekeliling
dan menemukan matahari atau hujan
untuk kau nikmati
Makassar, 26 September 2014
*break the glass, push the tab. i'm ready. i'm move on
Sabtu, 13 September 2014
merawat rindu
ada yang membaca puisi diam-diam
di salah satu sudut hati kita yang paling
dalam
rindu, namanya
serupa tanah kering yang dipeluk rintik
hujan yang kemilau oleh cahaya matahari
suatu senja kita menatap langit
dan merangkai imaji dari awan-awan jingga
yang membentuk wajah-wajah
tiap rupa yang pernah singgah di jiwa
yang lama, yang sejenak, atau yang hanya
mampir tanpa kata-kata
namun, jika daun yang gugur saja atas
kehendak dan sepengetahuanNya
maka tentu tentang pertemuan kita, lebih
lagi punya makna
ini aku, merawat rindu yang merimbun
disiram waktu
jarak yang membentang
dan berpasang mata yang telah lama tak
bersitatap
telah membuatnya makin subur
sambil dipelihara oleh hujan dan matahari
senja
kita mengejanya dalam satu kata yang sama,
meski dari tempat yang berbeda
bukan dengan kicau biasa
namun ia menjelma doa-doa
jangan khawatir, meski wajahmu jarang lagi
kulihat
namun masih kuingat tiap gurat yang
membentuk senyummu
adalah kenangan yang menyimpannya dengan
rapi
mengejanya dengan teliti
dalam setiap pinta yang melangit untuk
hari cerahmu
jangan khawatir, jemarimu mungkin tak
sering lagi kugenggam
tapi kuharap aku tetap dapat memelukmu
hangat
dalam seindah-indah sangka, bahwa kau
selalu baik-baik saja
sebab kau dalam lindunganNya
tetap dalam taat padaNya
ini aku, merawat rindu yang merimbun
disiram waktu
hingga akhirnya kita tahu
bahwa nyatanya, mudah saja mempertemukan
jiwa kita, meski raga saling terpisah;
ingat
saja aku dalam hatimu
aku
akan selalu ada di sana.
Makassar, 12 September 2014
Requested
by Khaerunnisa Said
Afwan
yah, puisinya telat sehingga rindunya mungkin sudah lewat ;)
Sebagian orang merasa tersiksa oleh rindu. Sebagiannya lagi menjadikan rindunya sebagai sebuah kekuatan besar yang dapat dengan mudah mengayunkan langkahnya, mengumpulkan semangatnya, dan mengenyahkan rasa takutnya hanya untuk mencapai satu hal; bertemu.
Tapi bagi saya pribadi, tidak ada yang salah dengan rindu. Ia hanya satu jenis perasaan yang sama seperti perasaan-perasaan lainnya; marah, sedih, bahagia, semangat, dsb. Maka terkadang, hidup bukan hanya tentang apa yang kita rasakan, tapi tentang bagaimana kita 'memakai' perasaan tersebut.
Sampai sekarang saya masih beranggapan bahwa pertemuan yang tidak disengaja itu, adalah satu jenis kejadian yang sangat manis. Bertemu secara tidak sengaja dengan orang yang sedang sangat kita rindukan? Mungkin itu merupakan diantara kebahagiaan yang telah Allah ciptakan. Sangat alami. Sangat jodoh.
Jika pun hal manis itu tidak terjadi -atau tidak akan pernah terjadi, maka seperti yang saya tuliskan dalam salah satu larik di atas; jangan khawatir, mari kita terus merawat rindu. Selamat merindu!
Langganan:
Postingan (Atom)