Minggu, 21 Maret 2010

Bukan Kau


biarkan saja kutuliskan segaris huruf yang bersembunyi
dari seonggok hati di dalam diri yang berharap itu bukan kau!
bukan kau!

tapi ternyata memang segala angin yang berhembus dan berucap bahwa bukan lagi ceritamu yang tertulis di sana
bukan lagi langkahmu yang akan menapak jejak
tapi salahkah jika aku terus meminta dengan mengetuk nurani dan menguat-nguatkan hati
kelak kau akan kembali di sini

ini bukan cerita tentang sajak-sajak cinta yang diuntai oleh mereka yang sedang merah muda hatinya
tapi oleh apa yang dibisikkan desir-desir halus yang ingatkan bahwa dahulu ada masa dengan cerita namamu di sana

dan biarkan saja kutuliskan garis-garis huruf
seolah seperti saat Rasulullah menengadahkan tangan
berdoa agar pamannya berucap tauhid
tapi ternyata Allah-lah yang memilih, bukan?
dan inipun bukan lagi tentang siang yang dilalui dalam lingkaran penuh berkah itu
kita sadari, saat itu
tapi entah, kini
sebab telah pergi satu per satu
jiwa-jiwa yang dulu bersama menatap cahaya
dan jiwamupun ikut pergi
seolah mengulang kembali bulir-bulir air matanya
dulu, tiga tahun yang lalu!
(maret, 21’10)

untuk seorang ukhti yang saya rindukan,
kenapa justru saya berharap itu bukan kau?

Kamis, 18 Maret 2010

Untuk Apa?


jika terulang kembali pertanyaanmu tentang pengorbanan
adakah selalu berarti rasa sesak yang menyeruak di dada
hingga degupnya terdengar dengan jelas
terlebih saat kita rasa sunyi
di jalan yang sepi ini

lalu untuk apa
kita tetap ada dan meniti di sini
jika bukan untuk memeras peluh menantang matahari
jika bukan untuk menahan air mata sebab terasa asingnya diri
jika bukan untuk melupakan sejenak segala hingar bingar lampu-lampu kota
dan terlarut dalam malam-malam penuh angan tentang sebuah asa yang sering dianggap tak akan sampai ke sana

lalu untuk apa
kuulurkan tangan padamu yang kini menjauh
jika bukan karena kuingat jejakmu yang dulu di hadapanku
jika bukan karena kutahu cita itu masih membekas di dadamu
jika bukan karena kuingin kita bersama mengakhiri ini,
sebab bersama dahulu kita memulai
langkah awal berat itu,
sebab kita perindu syurga, katamu.

tapi bukankah tidak di sini tempatnya berhenti?
(maret, 18 ’10)

untuk semua akhwat yang selalu saya rindukan;
telah kosong satu lagi bata
bukankah kita ingin bangunan ini kokoh suatu masa?


Senin, 15 Maret 2010

Jejak


sebuah jejak mengantarkan kita pada kisah berulang
dituturkan dari masa ke masa
tak akan pernah lekang
sebab abadi
dalam kitab suci

seekor burung terbang melayang di atasnya
tak sanggup
sebab api telah berkobar panas
hendak membakar seseorang
dan tauhid yang ia bawa
adalah ia mengucap pasrah
menolak uluran malaikat
dan mencukupkan dengan Allah saja!
:Ibrahim.

sekelompok saudara diredam api dalam dada
dibuangnya sang adik dalam sumur dalam
menyenandungkan dzikir di gelap pekat
berhenti ikan-ikan berenang
berhenti segala suara alam
dzikir saja, ya Rabb
maka selamatlah ia.
: Yusuf

dalam tiga gelap ia terperangkap
pekatnya malam
kelamnya dasar samudra
di perut paus itu, tak ada cahaya
maka jika bukan karena rahmatNya
maka disanalah ia hingga akhir dunia
:Yunus

jejak-jejak rangkaikan kita pada seberkas cahaya
mungkin bukan karena terhalang panasnya api untuk Ibrahim
bukan pula dalamnya sumur di kisah Yusuf
tidak juga dengan kelam berlapis milik Yunus
tapi oleh tirai yang kita buat sendiri

koyaklah!
dan temukan bahwa memang selalu ada harapan
sebab itulah hidup, sejatinya.
(maret, 16 ’10)

gambar:http://kholilahpunya.files.wordpress.com/2009/05/jejak-kaki.jpg

Rabu, 10 Maret 2010

Bayang-Bayang


mungkin selalu ada yang dititipkan langit mendung pada untai hujan yang turun rintik
pun dengan mentari yang mengabari lewat sinar senjanya saat hendak ia beranjak dari langit

hingga pena tak juga kering meski nyata mengukir pada pasir yang sejenak tersaput air laut
dialah ombak yang datang mengingatkan tentang pertemuan paling mustahil bahkan di saat yang paling mungkin terjadi sekalipun

lalu aku terduduk meringis menikmati luka yang kucipta sendiri lewat sepintal doa dan sekeranjang pahit yang sementara
dulu, saat kau ajari aku bagaimana rasa sakit yang sebenarnya

tapi telah datang diam-diam angin siang yang mengetuk jendela
ingatkan aku pada masa depan yang selalu kurisaukan dan masa lalu tempatku tak mampu beranjak
juga tentang suatu masa,
saat nanti bayang-bayang datang
dan kembali kau ajari aku bagaimana meneteskan air mata.
(maret, 10 ’10)

Senin, 08 Maret 2010

Perjalanan


senja belum lagi sempurna merekah jingga
saat kukatupkan bibir rapat-rapat menahan langkah yang terseret oleh masa yang tak ingin menunggu barang sebentar saja
lalu memulai kembali perjalanan yang membelah hari-hari dengan caranya sendiri

di sudut sebuah jalan,
berdiri seorang lelaki tua dengan deret daun-daun yang tidak kumengerti maknanya
mungkin ia sedang mengais rejeki untuk anak dan istri di rumah
sambil berharap seseorang menghentikan kendara

di satu sisi yang lain
menara sayup-sayup memantul-mantulkan seruannya kepada langit
sementara mereka masih terlelap dalam istirah siang masing-masing
seolah lupa bahwa seorang kawan telah bernasihat,
bukan di sini tempatnya
nanti saja, di syurga.

lalu di suatu titik
anak-anak bersenda gurau dengan senyum manis
berteriak tentang mainan warna-warni atau sejumput manisan yang lambungkan harapnya sore itu
sebab esok baginya adalah cahaya bersinar-sinar yang belum pasti datangnya
sementara kau terlampau sibuk merangkai imaji
seolah telah tahu di mana nanti umur akan terhenti

dalam sebuah perjalanan panjang
jiwa jiwa hanya terdiam menyusuri jalan
tapi mataku telah terlampau lelah bergumul dengan masa
aku akan segera tiba di sana
ke rumah tempat aku pulang
(maret, 9 ’10)


Jumat, 05 Maret 2010

Dik, Aku Tunggu di Sini


sebuah kisah dari langit menghamparkan dan mengabarkan kita pada jalan penuh cahaya
tentang malaikat yang merendahkan sayapnya pada sebuah taman beraroma nirwana
banyak yang telah tertegun di sana dan memandang wajah di hadapannya sebagai yang tak tergantikan
sebab telah ia tuntun kita menuju langkah berat namun menyisa senyum meski dalam masa sesulit apapun

lalu saat telah dipilihkanNya
seorang hamba nista berbalut dosa untuk duduk di hadapan kalian
menguntai kembali benang-benang yang dulu pernah dirajutkan untuknya
maaf, jika ternyata belum kalian rasa lembutnya dan belum tersentuh jiwa

tapi ternyata telah terhapus semua alasan
sebab risalah ini tak akan sampai pada kita
jika dulu Sang Nabi memilih berhenti
saat dicaci maki di depan wajahnya
saat dilempar batu tubuh mulianya
saat ada kotoran unta di atas sujudnya
saat nyaris melayang jiwanya
namun beliau tetap bertahan, bukan?

dan belum satupun laku itu kau timpakan padaku, dik
karenanya
aku masih menunggumu di sini.

untuk Iffah, Halijah, Faizah, Mutmainnah, dan Subaeda. ^__^