Senin, 27 Juli 2009

Sebelum Kita Bertemu


Wahai Rabb yang lembutnya melebihi kelembutan ibunda,
Ternyata masa telah antarkan diri hingga ke gerbang depan bulan itu
Cahaya telah benderang meski jarak masih cukup jauh
Wanginya pun telah semerbak walau diri belum tentu bertemu

Dari sini,
Kutatap langit yang seolah pun rindu dengannya
Pepohonan juga berayun manja dan merajuk pada angin, berharap kelak tak gugur sebelum ditatapnya rembulan yang membawa kabar
Kabar dari langit bahwa telah datang tamu yang mulia
Ramadhan, namanya.

Dari sini,
Kulihat diri yang telah kotor dengan segala sesal
Kupandang wajah yang telah lelah dengan segala tuntut dunia
Kumaknai umur yang telah berlalu dengan segala peluh
Sedangkan bekal teramat sedikit untuk perjalanan panjang
Dan tenggatnya pun tak pernah dapat terbayang
Mungkin besok atau lusa
Atau saat tak dapat lagi kulihat senyum sang surya sebab mata telah terpejam

Wahai Rabb yang menguasi hari,
Kapanpun saatnya tiba,
Moga saat itu aku telah berjumpa dengannya
Sekedar mengucap selamat tinggal dan terus berharap
Bahwa telah kurasakan sepertiga malamnya yang hangat
Kumaknai subuhnya yang hening
Dan kulewati harinya dengan kenikmatan saat kurasa diri yang begitu kering
Lalu kutemukan diri ini telah mendapatkan kenikmatan itu
Saat kubahasi lagi kerongkongan yang tandus
Dan saat aku berjumpa denganMu

(Makassar, 27 Juli 2009)
Ramadhan, moga kita bertemu.

Sabtu, 11 Juli 2009

Dalam Gelap


Kadang ada yang datang tiba-tiba
Bukan,
Bukan nyamuk yang ingin meminta sedekah sekedar setetes darah
Tapi seulas senyuman saat kita merasa sangat ingin meratap
Dan tawa saat dirasa sakit di dada
Berapa lama ia akan bertahan?

Dalam gelap ada yang datang menyelinap tiba-tiba
Lalu bertanya dengan jujur pada tiap sudutsudut di dada
Adakah ikhlas segala sujud yang ambruk ke tanah?
Ataukah ia hanya sekedar pembuktian untuk segala pinta yang selalu mengalir lewat lisan
Sementara hati terlalu sibuk untuk tafakkur sejenak pada pagi dan senja

Hidup terus bergulir diantara langit, bumi, dan pena
Kadang menyusup pula diam-diam lintingan harta yang buat kita mengantongi jiwa, atau sekedar menenteng hari akhir untuk kemudian bisa kita lepaskan kapan saja
Sementara di dada ini telah melekat lencana nomor urut antrian menuju rumah terakhir
Lihat!
Disana tertulis angka tujuh
Namun saat angka enam telah tiba masanya,
Ternyata kita masih saja sibuk menghitung dan tertawa-tawa
Kemudian lupa pada masa saat tangan dan kaki berkata
(makassar,11 Juli 2009)