Jumat, 16 April 2010

Perjalanan 2


Menyusuri jalan dalam gelap
Membawa pada jiwa yang sempat meredup sebab merasa ingin meraih hingar-bingar yang dahulu sepakat ia tinggal
Lalu bertanya pada dirinya sendiri dengan segala prasangka dan mempersalahkan jalan yang telah ia susuri
Tapi mengapa?
Jika ternyata tanpa sadar memang telah tertutup beberapa jalan yang disesaki manusia
Berhiaskan dengan tepukan tangan bangga
Diukur dengan angka-angka
Juga dengan sorot lampu yang membumbungkan diri hingga tak lagi menapak pada tanah
Tapi untuk apa?
Jika ternyata tanpa sadar semuanya telah tergantikan dengan apa yang ada di hadapan
Segala yang nyatanya adalah yang terbaik jika kita percaya
Dan memaksa diri untuk mengelus sendiri hatinya dengan lembut
Inilah yang ada sekarang
Maka inilah yang seharusnya diterima
Maka tataplah pantulan pada kaca di sana
Sudahkah ia tersenyum menatap wajahnya
Sebab memang inilah yang ia punya!

Mengajak untuk selalu bersyukur
Hey, jangan Cuma lihat rumput tetangga
!”


Kamis, 15 April 2010

Saat Cahaya Kini Terpisah


Tidak usah seharusnya aku mengaku sebagai adik!
Jika ternyata air matamu tak sanggup kuseka
Dan tak kudengar perciknya saat jatuh ke tanah
Saat kita bercerita tentang jalan cinta yang terkadang tak sesuai dengan nuansa yang kita pinta
Dan mengapa harus kau yang melaluinya?

Dan aku tidak ingin lagi berucap tentang dandelion
Tidak juga tentang warna langit
Atau semua kenangan yang disaksikan oleh tembok-tembok bisu tempat kau pertama kali mengenalkan aku pada senja di beranda itu
Sebab kau tuntun untuk lalui siang dalam sebuah lingkaran tempat sayap malaikat dinaungkan
Dan saat dosa-dosa diampunkan

Ini bukan hanya tentangmu
Tapi tentang sebuah perjalanan panjang yang kau mulai bersama langkah mantap yang lain
Juga tentang langkah setelahmu yang sesekali melongok ke depan, memastikanmu masih ada di sana
Bahwa bukan di sini tempat kita menyerah
Meski awan-awan itu telah menjadi saksi sebuah perjumpaan yang sejatinya adalah ketukan awal pengingat perpisahan
Meski untuk jiwa yang paling tidak ingin sekalipun
Sebab bukan kita penentu rangkai kisah dalam langkah ini
Tapi tak jujurlah diri jika tidak berkaca mataku, saat kusadar mungkin ini adalah akhir dari pertemuan awal itu.

Kak,
Maaf untuk raga yang tak ada saat kau butuh
Dan jemari yang tak datang saat air matamu jatuh
Juga hati yang tak sadar pada usikan saat hatimu beku
Tapi adalah kita yang telah tertanam sekat-sekat cahaya pada jiwanya
Cahaya itu berkata,
Mungkin, kita saja yang belum melihat pelangi
Sehabis tersaput hujan
Lalu terlalu tergesa mengutuki mendung
Yang akan segera berganti cerah
Semoga.

Untuk Kak Aisyah… Uhubbikifillah!