Seperti apakah disebut bahagia?
Apakah saat pagi hari mata kita sanggup terbuka dari pejamnya?
Atau waktu mentari mampu menyinari tanpa terhalang oleh awan mendung yang mengandung hujan?
Entahlah.
Kapankah bahagia?
Mungkin waktu Bung Karno berhasil membaca proklamasi di sebuah hari di Agustus yang telah terlewat
Dan menuntaskan sisa perjuangan Cut Nyak Dien, Bung Tomo, atau para pendiri Serikat Dagang Islam
Melepaskan diri dari belenggu para kumpeni berhidung mancung berambut pirang, dan bangsa bermata sipit berkulit putih Jepang
Konon, mereka beratus tahun telah memaksakan romusha dan penindasan di negeri kita
Mengapa disebut bahagia?
Apakah karena telah berhasil bertambah panjang nama sebab titel-titel setelah kuliah bertahun lamanya?
Atau sebab sukses mengguna baju seragam untuk sebuah instansi dengan gaji tinggi dan fasilitas mewah?
Atau karena selalu disambut hormat dan bungkukan badan karena telah sampai pada derajat pejabat?
Bagaimana bahagia?
Mungkin seperti saat Muhajirin dan Anshar dipersaudarakan oleh Rasulullah
Atau waktu Makkah berhasil ditaklukkan
Atau saat para ilmuwan meletakkan berbagai dasar-dasar ilmu di Andalusia
Ataukah saat Ka’ab bin Malik dikabarkan tentang diterimanya pertaubatannya sebab mangkir dari jihad?
Nikmatilah hari yang paling indah sejak kau dilahirkan...
Itulah bahagia,
Saat kita bersama saling menegur saat tersalah
Waktu salah seorang dari kita merasa sedikit nyeri, namun bersedia memperbaiki kekhilafan
Waktu kita saling menguatkan dalam kebenaran dan kesabaran
Hingga di sanalah bahagia
Saat langkah telah sampai di pintu jannah
(Masjid Telkom, Juni 1o ’11)
*Buat Niniek Sannang yang dirindukan.
gambar: devianart.com