Senin, 27 Februari 2012

renung

pic by Rifa'ah; menara masjid kampus UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang


Bismillah...
Atas izin Allah, diantarkanlah kita ke jalan penuh cahaya ini
Atas izinNya pula, kita tetap bertahan dengan segala keterbatasan, segala episode jatuh dan tersandung yang mungkin sering; jika pun tidak terlihat secara zhahir, mungkin ia memang tersembunyi di dalam bathin
Jika saja kita ingin jujur
Telah berapa keluh yang kita rasai pahitnya sendiri, saat kembali kita peroleh onak dan duri yang sebenarnya telah kita pahami sejak awal berada di sini.

Ya, orang-orang bertanya; apa yang kita cari?
Menyusuri jalanan panas, kadang pula hujan, ataukah dengan semua urusan pribadi yang menghalang. Apa yang kita cari?
Kita berpayah-payah untuk datang, menemui mereka yang bahkan mungkin baru saja kita kenal, sama sekali tidak ada hubungan darah, bahkan pun harus setengah mati kita dudukkan

Kita membagi ilmu yang hanya secuil ini
Kita membagi kata ‘tidak tahu’ pada tiap tanya yang belum kita ilmui
Kita tinggalkan sejenak segala ego, dalam keadaan lapang, dan semoga pula meski kita sedang sempit

Tapi, apa sebenarnya yang kita dapatkan?
Bukankah tidak ada rupiah yang dijanjikan?
Bukankah tidak ada ketenaran yang diberikan?
Tidak pula sanjung puji apalagi jabatan...

Sementara, terkadang jalan ini begitu berat dan melelahkan. Belum lagi dengan segala godaan untuk meninggalkannya, dan beribu-ribu alasan yang mungkin dapat dengan fasih kita lontarkan.
Tapi... Bukankah dalam lingkaran kecil itu pula kita menggelar taman-taman syurga?
Menatapi mata-mata penuh ingin tahu itu, mengajarkan mereka tentang Rabbnya, Rasulnya, dan Agamanya... Lalu membuat mereka jatuh cinta pada jalan yang sama
Memang, tidak ada rumah mewah yang telah dijaminkan, namun darinya, kita berharap, di tempat yang lebih indah kelak kita akan dikumpulkan, di jannahNya yang kita rindukan...

Meski tak pernah nampak kita saksikan dengan nyata, bukankah kita pun yakin, ada doa-doa dari penduduk langit dan bumi, ada pengampunan dosa yang dijanjikan dalam tiap detik kebersamaan itu. Kelak, ia mungkin akan membayar setiap peluh dan air mata yang pernah kita teteskan.. Semoga, ukhti...

Maka setiap kita bacakan doa memulai majelis itu... Semoga kita maknai kembali setiap untai syukur kita kepada Allah, ketidakmampuan kita tanpa pertolonganNya, dan betapa butuh kita pada ampunanNya. Betapa banyak kejahatan diri dan keburukan amal-amal kita. Dan bahwa hanya atas petunjukNya-lah setiap jiwa akan peroleh cahaya.

Dalam setiap detik keberlangsungan taman syurga itu, hati kita gerimis dan diterjang rindu, pada sosok murabbi pertama; Rasulullah Shallalahu 'alaihi wasallam. Dituntunnya tiap hati yang ada dalam majelisnya. Dengan ayat-ayat Allah, dengan ilmuNya yang seluas samudra, dan juga dengan penyucian jiwa. Kita tentu rindu, ingin pula berada di majelis itu. Maka kini kita menapak tilas fragmennya dalam langkah kita yang sederhana. Semoga dengannya Allah berikan berkah...

Itulah murabbi sejati...
Yang mengendap bersuci di malam yang sepi
Saat manusia lainnya tidur nyenyak dalam selimut nyamannya
Ia menyungkur sujud kepada Rabbnya
Agar terlimpah cahaya bagi jiwa yang ia bina
Agar dirinya tidak menjadi penyebab dihalanginya hidayah

Maka jika terbersit lagi tanya; untuk apa kita bertahan?
Cukuplah Allah yang memberi balasan
Cukuplah Allah yang menjadi alasan


untuk semua murabbiyahku, yang menapaki ribuan langkah; tak lelah, tak jemu, sampaikan firman Allah.

Kamis, 23 Februari 2012

bayang-bayang senja


ada sebuah kata sederhana yang menuntun pada secercah jumpa
kau tahu,
begitu sulit baginya untuk keluar dari ketakutan yang menyakitkan
dahulu sekali
saat subuh dan malam yang sepi menjadi saksi
lalu ia pada akhirnya harus bercerita kepada matahari

maka kini
saat senja hujan
dan berebutlah kelabu, jingga, dan biru pada kanvas langitnya
ada bulir-bulir rintik yang menjadi saksi
pada senyumnya yang merekah
dan pipinya yang merona

sebab terkadang, yang nyata begitu mudah untuk disembunyikan
namun bayang-bayang senja yang mengikutinya hingga pulang itu
tetap saja dapat muncul tiba-tiba
meski ia pejamkan mata

Selasa, 07 Februari 2012

di ruang cinta


taukah kau bahwa ada waktu dimana langit memamerkan lukisan yang sangat indah?
saat dipadukannya biru, jingga dan kelam dalam satu kanvas semesta
namun bagiku, perjumpaan denganmu lebih mengagumkan
di langit berwarna apapun ia tertakdirkan

ada ruang cinta yang telah digoreskanNya sejak dahulu
jika saja mampu kita intip, maka akan tertuliskan di sana
namamu dan namaku dalam sebuah fragmen
apakah yang membuat jarak menjadi tanpa makna?
ya, saat akhirnya keinginanNya jua yang pada akhirnya nyata
lalu kita tunduk pada tiap goresNya
sambil bertafakkur pada tiap hela napas
sungguh, kuingin kau yakin pula
atas segalanya
tiada yang sia-sia

maka pada setiap perjumpaan kita
percik cinta adalah niscaya
yang semoga mendatangkan rahmatNya

sederhana saja, sayang
saat kita mengecap pisah yang sementara
hiruplah rindu itu sebanyak kau ingin
ia mungkin menyesakkan
namun sementara saja
hingga kita bertukar kabar

bahwa Allah masih terus menjaga


"satu-satunya puisi yang saya buat dalam tiga kali 'duduk'. Yang jadi duluan adalah bagian akhirnya, lalu bagian awal, dan terakhir di bagian tengahnya. Padahal akhir2 ini suasana cukup mendukung untuk membuat puisi, tapi entah mengapa ada yang mengganjal sehingga ia tidak bisa jadi dalam 'satu kali duduk'. Namun, puisi ini memang harus jadi! Sebab ia saya buat untuk orang spesial, yang oleh dosen saya, kami disebut; teman seperjuangan. Hehehe...

untuk ukhti Nurhainun Ibrahim. Menandai hari bahagianya di 5 Februari 2012 yang pasti indah baginya. Teriring doa; barakallahu laka, wa baraka alaika, wa jama'a bainakuma fii khair. Uhibbukifillah.. :')"