Minggu, 31 Oktober 2010

Lelaki Kelabu


terpaut dengan masa yang cukup jauh
hanya imaji yang mengantarkan pada sosokmu
saat menyusuri hutan dengan hentakan
atau waktu memanjati gunung
sekejap,
berpindah ke gunung seberang
seeokor kuda putih juga nampak di sana
memanggut-manggutkan diri pada tuannya

atau saat kau sedang berada di dalam ruang mungil
menderetkan huruf, lalu mulai mengeja
membenarkan tiap kata dari mulut-mulut kecil yang mengajar membaca
di masa depan
ayah bercerita,
”dia adalah seorang pria gagah perkasa, namun juga ilmuwan ulung yang luar biasa!”

terpaut dengan masa yang tak kembali
sekelompok anak kecil berbaris memegangi ujung sarung kotak-kotakmu
meminta koin-koin kecil untuk membeli kembang gula
sementara kelompok lain hanya berdiri malu-malu
kepala ditekuk, lalu memijiti betismu
sesekali tersenyum,
sesekali menguap menahan kantuk
di antara mereka, terselip aku

lelaki kelabu,
suatu malam hadir dalam mimpi ibu
duduk bersimpuh tenang dalam ruang dengan terang cahaya
syahdu dalam balutan kain putih, juga pancarkan sinarnya
saat terbangun,
ibu melantunkan doa
doa anak shaleh yang menembus langit, lalu mengalir padanya.
(Nov, 1 ’10)


untuk dua orang kakekku; lelaki kelabu yang seorang telah pergi jauh sebelum aku lahir yang seorang hanya ada di masa aku kecil
gambar: http://www.willowtreegifts.net/images/products/Grandfather.jpg

Senin, 25 Oktober 2010

Rabu, 13 Oktober 2010

Kunangkunang


jalan kita terserak oleh waktu
saat sinar siang memberi tahu
kau yang diseberang dahulu, masih saja di sana
sementara aku telah lama mencukupkan diri tanpa harus memaksa mengerti
bahwa tak ada dari kita yang akan mundur
sebagaimana tak satupun yang ingin maju lebih dahulu

tapi kau selalu merasa berpunya
aku pun memiliki hal yang sama
lalu tanpa sadar masing-masing kita memelihara kunang-kunang yang nampak benderang
tapi bukankah pekatnya kelam masih menjadi pemenang?

wahai kau...
sudikah kiranya pinjamkan seikat puisi
sebab ini aku
tak lagi punya kata untukmu.
(October, 13 ’10)

postingan GeJe di waktu sore, hehehehe...
gambar:http://remaja.suaramerdeka.com/wp-content/uploads/2010/01/kunang.jpg

Selasa, 12 Oktober 2010

Sekotak Teh di Kursi Taman


ia menatap akhir hari yang tertutup kemuning senja
sesekali menyisir alisnya yang berkerut sebab terkadang tidak sejalan ucap hati dan ilmu yang telah terpatri
hari ini telah jelas bahwa segala rencana tak selalu membersamai perjalanan ini

dari sebuah kursi taman yang menderit
ia menatap lelaki, menggenggam kotak merah muda
hari ini, tak jadi ia pindahkan ke tangan wanitanya

dalam sekotak teh yang sejuk
pandangi seorang bocah, memainkan jemari di atas tanah
sebab hari ini harta ayah tak cukup untuk mendudukkannya di bangku sekolah

sekotak teh di kursi taman
saksikan pemuda berjalan lelah
menggumam menyusun kata dalam jiwa
“ibu, tak sempat ragaku temukan tempatnya, esok kembali aku akan berusaha, lalu pulang dengan sepintal asa”

tapi hatinya belum jua temukan cahaya
hingga seorang panglima puisi berdiri di hadapan
ia bernasihat,
“sebab titah langit telah jelas, maka bersatulah dengan kehendakNya saja!”

(October, 12 ’10)
Baiklah, waktunya menjalankan plan B! Never give up.