Senin, 13 September 2010

Sebelum Hujan Berhenti


sebelum tetes hujan yang paling akhir
aku teringat pada sosok gadis kecil dengan sepotong kain segitiga putih menutupi kepalanya
berjalan melewati hujan dengan paying biru muda
melompati kubangan
lalu berhenti sejenak mengulurkan tangan,
“hujan, jangan berhenti sekarang”

dan hujan turun bersama sajak yang berhamburan
membawa berbagai cerita tentang perjumpaan
saat subuh, dengan senyum pertamanya
diberanda masjid, saat ia palingkan wajah
juga lewat untaian kata, saat ia tertegun, mengetahui namanya disebut dalam sebuah doa, dengan air mata.

sebelum hujan terhenti
dalam sebuah bulan suci
ia tiba-tiba disergap rasa takut untuk kembali
lalu bagaimana dengan hutangnya?
bagaimana dengan janjinya?
bagaimana dengan ilmu dan segala laku yang beraroma khilaf?
bagaiamana dengan semua yang sepatutnya nanti akan dipertanyakan?
akankah sanggung ia jawab tanpa terbata?
entahlah

dalam sebuah perjalanan panjang
dititipkannya pesan pada sajak
“sampaikanlah berita pada seorang kawan, jika aku tiba-tiba pergi, mohon tengadahkanlah tanganmu ke langit, mohonkan untukku doa, agar langkah ini tak terlampau berat terasa.”

dan hujan pun pada akhirnya akan terhenti
layaknya juga semua perjalanan dengan tujuannya
serta hidup yang akan ditutup
tanpa pernah kita tahu
kapan tiba masanya.
(September, 12 ’10)

*puisi ke-111, alhamdulillah...

gambar:http://static.desktopnexus.com/thumbnails/57522-bigthumbnail.jpg