Cinta adalah keyakinan, seperti
Ibrahim yang dibakar api, dan terus lanjutkan dzikir, hingga terkisahlah
mukjizat itu; api yang tak membakar
Cinta adalah kepercayaan, seperti
Hajar yang rela ditinggal di tengah gurun, cukuplah ia berucap, “Jika ini kehendak Allah, maka Ia tidak akan
menyia-nyiakan kami”
Cinta adalah kepatuhan, seperti
Ismail yang rela disembelih, lewati ujian keimanan yang begitu beratnya, maka
termasuklah ia hamba yang bersabar
Cinta adalah kesepahaman, seperti
Khadijah yang tak perlu bertanya panjang, cukup menyelimuti dan memberikan
kehangatan, setelah wahyu pertama kali diturunkan. “Allah tidak akan menghinakanmu..”
Cinta adalah pengharapan,
layaknya Rasulullah yang tak rela penduduk Thaif diadzab dengan gunung yang
menimpa, seraya berujar, “Justru aku
berharap, kelak akan ada generasi dari sulbi mereka yang tidak akan
menyekutukan Allah!”
Cinta adalah kebahagiaan, seperti
Aisyah dan Rasululullah yang berlomba lari, di suatu saat Aisyah yang menang,
di kala yang lain Rasulullah mengalahkan.
Cinta adalah kerelaan, layaknya
Salman yang memberikan mahar dan persiapan walimah, kepada Abu Dzar yang
ternyata lebih dipilih oleh wanita yang ia pinang
Cinta adalah keteguhan, seperti
Bilal yang bertahan dengan “Ahad!” meski
cambuk dan dera menyiksa diatas tanah panas yang melelehkan.
Cinta adalah ketenangan, saat
keduanya dalam gua, lalu Rasulullah berucap pada Abu Bakar, “Janganlah bersedih, sebab Allah bersama kita”
Cinta adalah kebeningan, saat
Rasulullah wafat, Abu Bakar yang paling dicintainya yang pertama kali tersadar,
“Barangsiapa menyembah Muhammad maka
sungguh Muhammad telah wafat.” ucapnya, “Namun
siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal!”
Cinta adalah kesadaran, seperti
isak Umar saat melihat harta melimpah di masa kepemimpinannya, “Jika ini baik, mengapa tidak terjadi di
zaman Rasulullah dan Abu Bakar?”
Cinta adalah penerimaan, seperti
Nailah yang belia, menjadikan Utsman yang telah berusia senja sebagai
pendampingnya, sebab “Masa mudamu telah kau
habiskan bersama Rasulullah”
Cinta adalah pengorbanan, seperti
Ali yang sempat mengira Fatimah akan dinikahkan dengan Abu Bakar, “Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku
utamakan Fatimah atas cintaku.”
Cinta adalah penjagaan, seperti
Fatimah yang menunggu saat yang tepat, dikala Ali telah halal baginya,“Dulu aku pernah cintai lelaki sebelum
menikahimu.” ucapnya, “Dialah kau.”
Cinta adalah karena Allah, saat
kau berucap dengan mata berkaca, “Bahkan
mungkin, aku lebih mencintai kalian diatas cinta pada saudara kandungku
sendiri”
Cinta adalah kesucian, tidak
dititipkan kecuali pada hati yang suci, dikokohkan dengan ikatan yang suci,
telah tertakdir, tepat pada waktunya. Tidak pernah terlalu cepat, pun tidak
akan datang terlambat.
Ketika penulis jatuh cinta, maka
ia tidak lagi butuh syair dan kata-kata indah. Sebab telah dapat ia buat
sendiri dengan jemarinya.
Saat penulis jatuh cinta, ia
pastikan tertulis dengan fokus yang tepat; “Aku
ingin jatuh cinta berkali-kali, terus seperti ini, dan tak akan pernah berubah.
Padamu saja.”
Makassar, 4 Maret 2013