Bukankah perjalanan seperti ini yang duhulu pernah ditunggu
Seorang teman berkata,
Saat kita pergi bukan untuk menjauh
Tapi agar terlihat siapa yang peduli untuk mendekat
Di tanah ini
Ada hamparan sawah yang menyambut pagi dan matahari
Malamnya adalah kerlip kunang-kunang yang baru kita lihat
Baguslah,
Saat rindu kini terbentang oleh jarak yang lebih jauh
Sementara hening menjadi begitu mahal
Sebab tidak semua orang menyukainya
Biarlah saja
Kita belajar kata-kata dari mulut mulut mungil yang takjub pada berbagai macam benda-benda yang jarang mereka lihat
Tapi kita pun banyak tidak memiliki apa yang mereka punya;
Itukah kejujuran?
Itukah ketulusan?
Itukah senyuman yang datang langsung dari hati pemiliknya?
Tapi di sini pun rumah-rumah Allah ternyata terikut sunyi
Kecuali oleh para pemilik keriput yang memang sudah merasa dekat masanya kembali
Mungkin, sebab itulah kita harus berbagi
Untuk membawa cerah pada setiap sudut
Untuk menyadarkan bahwa bukan kita pemilik hidup
Kita masih terus melangkah
Sesekali meningkahi suara adzan dari menara
Yang terbawa angin melintasi rerimbun daun ubi di halaman
Sementara selalu terpendam tanya
Bagaimanakah ujung perjalanan ini nanti akhirnya?
(Soppeng, Marioriawa-Batubatu. Hari ke-11 KKN, 4 Juni 2011)
gambar:devianart.com