Senin, 24 Oktober 2011

hujan turun menyapa dedaun, aku bersiap menunggu kedatangan sajakmu

seseorang bertanya;




"salahkah jika kusebut namanya dalam do'a?"

Jumat, 21 Oktober 2011

luka


:untuk Asma Nadia

pada yang lampau
aku tiba-tiba menangis di atas selembar puisi
saat tersadar
ada yang hilang
dan entah kapan ia akan kembali datang
ada yang luka
bilakah ia 'kan kering dan tersembuhkan?

saat kutatap mata ibu
dan fragmen kakak yang merangkulnya
air mata yang tertahan di pelupuk adik yang membisu
aku menatap nanar pada diding hijau dengan lantunan paling sendu
dalam pada itu
kita tahu;
inilah sejatinya badai yang memporak-porandakan
bukan di laut yang paling biru
tapi di hati yang paling dalam ini

bertahun berlalu masa
tersimpan tanya seorang sahabat;
mengapa hari itu aku menangis begitu hebat?

lalu saat kubaca tuturmu dalam lembaran-lembaran
sadarlah bahwa luka itu kembali kau kuak
mungkin,
untuk mencoba menyembuhkannya
dapatkah?

Kamis, 20 Oktober 2011

ini negeri


ini negeri tempat sinar matahari menerobos kuat
lewat celah-celah dinding bocor sekolah
atau bahkan yang tidak beratap
atau bahkan yang baru saja roboh
pagi itu,
meski tak ada satu pun serigala yang meniup

ini negeri tempat para nelayan menantang badai
hirau pada ombak yang menggulung
sebab dapur harus terus mengepul
maka nyawa, seolah tidak lebih mahal daripada setandang ikan penyambung hidup

ini negeri dimana kebingungan dipertontonkan lewat layar-layar perak
seorang wanita heran memandang pejabat yang sujud syukur; bebas dari dakwaan miliaran
sementara suaminya, ditahan bui karena maling ayam sore tadi

ini negeri tempat emas dikeruk oleh si rambut emas
di sekelilingnya tinggal kaum yang cukup nikmati sagu seadanya saja
iya, sabar sekarang
sambil menunggu kabar ada tetangga yang mati kelaparan

ini negeri tempat aku mencari;
dia yang tersedu saat penguasa membagi kursi
atau
dia yang lega saat harus pergi
(Oktober, 20 '11)

gambar:http://www.topnews.in/files/indonesia.jpg

Sabtu, 15 Oktober 2011

Perjanjian Agung


bagaimana penyair merangkai kata,
untuk sebuah perjumpaan saat kita pertama kali saling bersitatap
lalu dengan yakin jiwa kita sungkurkan
pada bukti tanda kebesaranNya
pada bukti sebuah perjanjian agung
mitsaqan ghaliza...


sebab ini pun dimulai dengan cinta
cintaNya yang meneguhkan masing-masing langkah kita di jalan cahaya
lalu siapa yang mengira
jika kemudian alur kita saling bersinggungan di sebuah masa
di titik yang teramat indah
maka sebagaimana ia dimulai
semoga demikian pula kelak ia selesai;
dengan cinta

maka jika saja kita menghitung berbagai nikmat ini
lalu menakarnya dengan selaksa kesalahan diri
maka tidak layaklah lagi ada ruang untuk berdusta
bahwa atas segalanya,
termasuk dengan perjumpaan kita,
tidak ada yang tertakdir dengan sia-sia

jika kau memilihku,
untuk membersamai hingga tua menggamit dalam rambut-rambut beruban
juga kulit yang mengeriput oleh masa
semoga nanti tidak akan ada yang berubah
pada jiwamu,
satu-satunya tempat yang tidak akan termakan usia
juga janjimu,
sebab Allah yang menjadi saksinya

maka kumulai pertemuan ini
dengan kekata yang mungkin juga dipendam rembulan pada gemintang
seperti hujan yang menyapa tanah kering yang merindukannya
"telah sempurna celah diantara jemariku dengan dekap telapakmu,
semoga ia menjadi sebab
kelak dikumpulkannya kita di tempat yang penuh keindahan, Cinta.
"


(Oktober, 15 '11)

Kado pernikahan untuk Kak Rahmah tersayang; semoga rahmah selalu hadir dalam pernikahan ta' kak! Barakallahu laka, wa baraka alaika, wa jama'a bainakuma fii khair ^_^

gambar:http://mantenhouse.com/blog/wp-content/uploads/ijab-kabul.jpg

Rabu, 12 Oktober 2011

nurul iman


adalah pemberhentian dari perjalanan panjang
tempat tertumpahnya tetes tangis dalam sujud-sujud hening
tempat dimuainya semangat-semangat baru dari binar mata yang menemukan cahaya
tempat teredamnya cemburu dengan dzikir senja dan hibur lembut angin pada tangkai-tangkai ilalang
tempat dibasuhnya wajah dan jiwa pada jeda saat terlampau banyak noktah
tempat bertemu dengannya,
untuk belajar tentang harga tangis dan senyuman
tempat saat tergesa-gesa kuraih kertas dan pena:

sebab banyak terhambur kata


Masjid Telkom,
Oktober, 11 '11

Senin, 03 Oktober 2011

Jeda Lelah


O Allah,
di titik ini aku kembali berhenti
lalu melihat perjalanan yang telah terlalui
seperti gamang,
memang sering terlintas tanya,
telahkah benar aku melangkah?
atau bahkan datang ragu,
tidakkah aku sekadar berjalan di tempat saja ?

sebab mungkin terlalu sering aku kembali mundur
bahkan berlari ke belakang meski tahu betapa sulit tiap langkah tercapaikan
sementara keimanan yang turun naiknya telah terbacakan
tidak juga jelas
bahwa itu bukanlah sebuah pembenaran untuk kemunduran
bahwa jelas,
dengan maksiat terpuruknya!

O Allah,
diantara hening aku berhenti melangkah dan bertanya
saat senyum-senyum itu tak lagi semanis hari kemarin
pun dengan nasihat itu tak lagi terasa mengetuk, namun merapuhkan pintu hati
lalu taman-taman syurga terlewati
hanya disaksikan dengan ekor-ekor mata, hembusan napas, dan langkah menjauhi
jika begini?
aku khawatir terlalu lama berhenti
lalu tak ada daya untuk kembali berjalan lagi

O Allah,
jika bukan dengan kasihMu,
entah bagaimana lagi aku sanggup mengangkat wajahku

O Allah,
aku yang lengah
maka jangan tinggalkan hamba
meski hanya sekejap mata
(Oktober, 3 '11)