sudah kukatakan untuk bersederhanalah saja
sebab jika bukan kita
masih akan tetap ada senyum pada mula waktu
dan hati yang lapang pada ujung hari
serta mata mata yang mendung oleh tangis yang mengingat alpa
pada setiap jengkal putaran dunia
apalah itu nama yang selalu ingin kita eja dan berharap akan dikenang?
apakah ini kita yang nyatanya tiada memiliki apa-apa
dan jika kita paham pada makna masa
nampaklah terlalu serius kita berpayah untuk persinggahan
dan lengah pada perjalanan panjang dan perhentian yang kekal
pandanglah gunung yang tinggi dan kelak akan terbang serupa kapas kapas
pandanglah langit yang luas yang nanti akan terputarbalikkan
pandanglah ufuk barat yang pada suatu waktu
akan terkejut saat disapa matahari terlampau pagi
pandanglah kita,
yang kelak akan pejamkan mata
yang nanti tidak akan terbuka lagi
maka pada hari dimana aku tak lagi di sini
berjanjilah untuk tetap menanam dan menumbuhkan rerimbun puisi
hatimu yang menuliskannya
langkahmu turut melanjutkannya
Makassar, 3 Maret 2014
Saya yang selalu kesulitan untuk memulai pembicaraan, kemudian menemukan puisi sebagai kawan yang begitu baik. Yang dapat menjaga rahasia dengan apik.Yang dapat dengan sabar mendengarkan, tidak menyela dengan interupsi, tanpa pernah bertanya ‘Mengapa?’ Nikmatilah! Bukankah hidup ini adalah puisi yang indah?
Rabu, 12 Maret 2014
Minggu, 02 Maret 2014
secangkir teh melati di senja hari
secangkir teh melati di senja hari
memilih untuk tidak menjadi hangat
saat manusia merasa pantas untuk memutuskan;
siapa yang boleh melukainya dan siapa yang tidak boleh
saat manusia merasa mampu untuk menentukan;
kapan ia akan berjalan lurus, dan kapan ia ingin berbelok
saat manusia merasa bisa untuk menuntun hatinya
kepada kemaafan atau tetap dalam dendam
saat manusia mulai berhenti menatap malam sebagai gelap
dan matahari adalah cahaya
saat manusia merasa berhak untuk mengiriskan belati
kepada jiwanya sendiri
secangkir teh melati di senja hari
menolak butiran gula yang hendak melaruti dirinya
ia menatap nanar pada penulis puisi
yang nyaris urung menulis sajak ini
hanya karena bingung bagaimana harus mengakhiri
maka senja ini,
mari kuseduhkan secangkir teh melati
lalu kita akan berjanji
besok jika mata masih bisa terbuka dari pejamnya
kita akan membasuh hati agar lebih lembut lagi
dan tersenyum dengan lebih tulus lagi
Makassar, 1-2 Maret 2014
memilih untuk tidak menjadi hangat
saat manusia merasa pantas untuk memutuskan;
siapa yang boleh melukainya dan siapa yang tidak boleh
saat manusia merasa mampu untuk menentukan;
kapan ia akan berjalan lurus, dan kapan ia ingin berbelok
saat manusia merasa bisa untuk menuntun hatinya
kepada kemaafan atau tetap dalam dendam
saat manusia mulai berhenti menatap malam sebagai gelap
dan matahari adalah cahaya
saat manusia merasa berhak untuk mengiriskan belati
kepada jiwanya sendiri
secangkir teh melati di senja hari
menolak butiran gula yang hendak melaruti dirinya
ia menatap nanar pada penulis puisi
yang nyaris urung menulis sajak ini
hanya karena bingung bagaimana harus mengakhiri
maka senja ini,
mari kuseduhkan secangkir teh melati
lalu kita akan berjanji
besok jika mata masih bisa terbuka dari pejamnya
kita akan membasuh hati agar lebih lembut lagi
dan tersenyum dengan lebih tulus lagi
Makassar, 1-2 Maret 2014
Langganan:
Postingan (Atom)