Sabtu, 31 Desember 2011

teh pagi

Secangkir teh


sepotong pagi

menduga rindu yang datang suatu hari


tanpa peduli apakah ia kemudian sama
dengan segala hal yang berada di sekelilingnya
seseorang berkata,
seiring dengan bertambahnya waktu
ada yang berkurang tanpa kita minta
tanpa kita ingin

tapi sebelum masanya tiba...

*feel free untuk meneruskan puisi ini, monggo.. :)

allpicturetakenfrom:devianart.com

Minggu, 25 Desember 2011

lelaki bernama laut


Lelaki bernama laut/ melangkah menyusuri jalanan yang lengang/ saat begitu banyak yang terlelap di tengah malam/ sebuah pintu tidak sengaja terbuka baru-baru saja/ dan ia rasa, di sanalah saat yang tepat untuk beranjak/ meski perih di dada kiri terus ikutinya

Lelaki bernama laut/ menatap seorang pemulung yang tertidur di samping gerobaknya/ di dalam gerobak, anaknya memejamkan mata; tenang/ tidak ada yang tahu, nyawanya telah hilang/ siang tadi, ditabrak sebuah mobil mewah yang membeli kebebasannya dengan lembaran rupiah/ lalu, sang pemulung bahkan harus bingung dimana menguburkan ananda/ sebab kematian pun ternyata menuntut harta/ sedang ia tidak berpunya/ lelaki terus melangkah/ meski perih di dada kiri terus ikutinya

Lelaki bernama laut/ kini menyusuri bibir pantai/ menatap camar yang terbang membentuk pemandangan di langit malam/ angin berembus memainkan anak rambutnya/ ia masih terus bertanya, apakah ikan-ikan ikut tertidur jua?/ pun dengan batu karang yang nampak begitu garang/ ternyata di tengah malam, ia terlihat kesepian/ lelaki terus melangkah/ merasakan hangat pasir pantai yang menelusupi telapak kaki/ meski perih di dada kiri terus mengikuti

Lelaki bernama laut/ berhenti pada suatu titik/ di hadapan luasnya langit yang kini kelam/ ia berbisik dengan lirih/ hey, kau.../ yang terus berdetak tanpa kupinta/ yang terus berdetak di kala aku tidur/ di kala aku sedih/ di kala aku marah/ di kala aku bahagia/ di kala aku jatuh cinta/ bagaimana bisa aku percaya pada mereka/ bahwa kau akan segera membuatku kehilangan nyawa?

gambar:devianart.com

Jumat, 23 Desember 2011

kepadamu, Cinta


:untuk Kak Yenni


kepadamu, Cinta
kupandang pagi seolah benderang
bukan tersebab mentari
tapi wajahmu yang menyinari


kita tengok jejak-jejaknya dalam untai kisah
saat cinta adalah selimut hangat yang menenangkan
pasca turunnya wahyu yang pertama
juga deret kata-kata yang menghilangkan gusar
dari bibir ibunda Khadijah -radhiyallahu 'anha;
"Allah tidak akan menghinakan Engkau, Kau menyambung silaturahim, membawa beban manusia lainnya, memberi makan pada yang papa, menghormati tamu, menolong, dan menegakkan kebenaran."


bahkan, hingga perpisahan oleh takdirNya telah terlewati oleh masa,
dikenangnyalah sang cinta dengan untaian kata yang menyejarah,
dari lisan Rasulullah -Shallalahu alaihi wa sallam;
"Khadijah, ia beriman saat yang lain mengingkari, ia membenarkan saat yang lain menganggapku dusta, ia memberikan harta saat yang lain menahannya, dan lewatnya terkaruniakanlah ananda dan tidak dari yang lainnya..."

maka kepadamu, Cinta
semoga jejak itu tidak hanya sekedar menjadi bayang
namun juga tapak yang kita ikuti dengan langkah
layaknya cinta yang dimulai dengan indah
terlalui dengan ridhaNya
lalu dikenang dengan sebentuk rasa; rindu yang membuncah
(Desember 23 '11)



kado pernikahan walaupun sudah telat
untuk Kak Yenni, kakanda seperjuangan yang bersiap-siaga di garda terdepan :)
barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fii khair...
*kayaknya beberapa saat kedepan bakal sering ngado puisi macam ini, deh :p

Minggu, 18 Desember 2011

seharusnya sajak ini berjudul rindu


bahkan hujan pun selalu permisi sebelum datang
dengan langit gelap dan awan yang memberat
lalu mengapa kau begitu tiba-tiba?
menelusup masuk tanpa kata-kata

hey kau yang melebamkan biru,
di sebuah malam yang menyudut ke tengahnya
membawa pikir kepada masa-masa yang telah terlewat
lalu mewarnainya dengan tiap simfoni yang senada
adakah rindu yang terencana?

lalu aku mulai berpikir bahwa detik ini pun
bahwa cerita tentang semua ini pun
yang indah atau yang tidak
kelak akan menjadi masa lalu
dan lalu,
kita rindu

aku membayang
bahkan pada setiap takdir yang tidak begitu kita ingin
nanti,
pun akan kita rasakan yang terasa kini
seperti semacam rasa yang datang menumpuk-numpuk
pada sebuah sajak berjudul rindu

(December, 18 '11)
saat tiba-tiba rindu pada banyak hal :')
gambar: devianart.com

Selasa, 06 Desember 2011

dia menunggu terlalu lama

kau berkenyit
sekali lagi menjadi saksi sekuntum bunga yang terpetik oleh tangan yang tidak tepat
lalu kau memandang tajam pada sang bunga
seolah menyergapnya dengan sejuta kekata
"mengapa tidak dapat lebih bersabar sedikit saja.."

tapi tahukah kau?
bahwa terkadang ada masa dimana tidak ada lagi pilihan
hingga akhirnya harus menganggap bahwa yang terjadi memang adalah takdir yang telah digariskan
maka berhentilah memandang seperti itu

sekuntum bunga itu memang tidak akan pernah menyalahkanmu
tapi kau seharusnya tahu
bahwa padamu
dia telah menunggu terlalu lama
hingga akhirnya luka
hingga seolah akan gugur saja
hingga terpetik oleh tangan yang kau anggap salah
entahlah
(December, 6 '11)

gambar:devianart.com

Senin, 07 November 2011

purezento


senja yang tidak jingga oleh langit kelabu
tak mengapa,
sebab diantara hujan
ada sebuah tetesnya yang membawa hadiah
seikat puisi untuk kita

mungkin untuk langkahmu yang mendahului mencapai puncak tinggi itu
bertahun-tahun kita daki dengan segala peluh
hingga yang tersisa adalah lelah yang telah lelah memburu
apakah telah kau rasakan manisnya setelah pahit yang panjang?

semoga.


maka aku bertanya
apakah dapat mudah pula berubah suasana dalam jiwa?
terlebih saat ternyata tidak ada takdir untuk jumpa
maka mari kita kuatkan, dekatkan dia
seperti langit yang menyapa bumi yang ia tatap sepanjang masa,
kadang ia hadiahkan dengan cahaya, lewat perantara surya
atau saat ia hadiahkan dengan bulir hujan, dengan bantuan awan


maka mari kita hilangkan segala jarak yang menjauhkan
dan semua prasangka yang masih tersimpan
percayalah,
ada yang luluh seketika dengannya,
bukankah Rasul kita -Shallallahu alaihi wa sallam
telah mengajarkan,
sebagaimana ia pun menerima hadiah
maka lenyaplah hasad
maka tumbuhlah cinta

November, 7 '11

Senin, 24 Oktober 2011

hujan turun menyapa dedaun, aku bersiap menunggu kedatangan sajakmu

seseorang bertanya;




"salahkah jika kusebut namanya dalam do'a?"

Jumat, 21 Oktober 2011

luka


:untuk Asma Nadia

pada yang lampau
aku tiba-tiba menangis di atas selembar puisi
saat tersadar
ada yang hilang
dan entah kapan ia akan kembali datang
ada yang luka
bilakah ia 'kan kering dan tersembuhkan?

saat kutatap mata ibu
dan fragmen kakak yang merangkulnya
air mata yang tertahan di pelupuk adik yang membisu
aku menatap nanar pada diding hijau dengan lantunan paling sendu
dalam pada itu
kita tahu;
inilah sejatinya badai yang memporak-porandakan
bukan di laut yang paling biru
tapi di hati yang paling dalam ini

bertahun berlalu masa
tersimpan tanya seorang sahabat;
mengapa hari itu aku menangis begitu hebat?

lalu saat kubaca tuturmu dalam lembaran-lembaran
sadarlah bahwa luka itu kembali kau kuak
mungkin,
untuk mencoba menyembuhkannya
dapatkah?

Kamis, 20 Oktober 2011

ini negeri


ini negeri tempat sinar matahari menerobos kuat
lewat celah-celah dinding bocor sekolah
atau bahkan yang tidak beratap
atau bahkan yang baru saja roboh
pagi itu,
meski tak ada satu pun serigala yang meniup

ini negeri tempat para nelayan menantang badai
hirau pada ombak yang menggulung
sebab dapur harus terus mengepul
maka nyawa, seolah tidak lebih mahal daripada setandang ikan penyambung hidup

ini negeri dimana kebingungan dipertontonkan lewat layar-layar perak
seorang wanita heran memandang pejabat yang sujud syukur; bebas dari dakwaan miliaran
sementara suaminya, ditahan bui karena maling ayam sore tadi

ini negeri tempat emas dikeruk oleh si rambut emas
di sekelilingnya tinggal kaum yang cukup nikmati sagu seadanya saja
iya, sabar sekarang
sambil menunggu kabar ada tetangga yang mati kelaparan

ini negeri tempat aku mencari;
dia yang tersedu saat penguasa membagi kursi
atau
dia yang lega saat harus pergi
(Oktober, 20 '11)

gambar:http://www.topnews.in/files/indonesia.jpg

Sabtu, 15 Oktober 2011

Perjanjian Agung


bagaimana penyair merangkai kata,
untuk sebuah perjumpaan saat kita pertama kali saling bersitatap
lalu dengan yakin jiwa kita sungkurkan
pada bukti tanda kebesaranNya
pada bukti sebuah perjanjian agung
mitsaqan ghaliza...


sebab ini pun dimulai dengan cinta
cintaNya yang meneguhkan masing-masing langkah kita di jalan cahaya
lalu siapa yang mengira
jika kemudian alur kita saling bersinggungan di sebuah masa
di titik yang teramat indah
maka sebagaimana ia dimulai
semoga demikian pula kelak ia selesai;
dengan cinta

maka jika saja kita menghitung berbagai nikmat ini
lalu menakarnya dengan selaksa kesalahan diri
maka tidak layaklah lagi ada ruang untuk berdusta
bahwa atas segalanya,
termasuk dengan perjumpaan kita,
tidak ada yang tertakdir dengan sia-sia

jika kau memilihku,
untuk membersamai hingga tua menggamit dalam rambut-rambut beruban
juga kulit yang mengeriput oleh masa
semoga nanti tidak akan ada yang berubah
pada jiwamu,
satu-satunya tempat yang tidak akan termakan usia
juga janjimu,
sebab Allah yang menjadi saksinya

maka kumulai pertemuan ini
dengan kekata yang mungkin juga dipendam rembulan pada gemintang
seperti hujan yang menyapa tanah kering yang merindukannya
"telah sempurna celah diantara jemariku dengan dekap telapakmu,
semoga ia menjadi sebab
kelak dikumpulkannya kita di tempat yang penuh keindahan, Cinta.
"


(Oktober, 15 '11)

Kado pernikahan untuk Kak Rahmah tersayang; semoga rahmah selalu hadir dalam pernikahan ta' kak! Barakallahu laka, wa baraka alaika, wa jama'a bainakuma fii khair ^_^

gambar:http://mantenhouse.com/blog/wp-content/uploads/ijab-kabul.jpg

Rabu, 12 Oktober 2011

nurul iman


adalah pemberhentian dari perjalanan panjang
tempat tertumpahnya tetes tangis dalam sujud-sujud hening
tempat dimuainya semangat-semangat baru dari binar mata yang menemukan cahaya
tempat teredamnya cemburu dengan dzikir senja dan hibur lembut angin pada tangkai-tangkai ilalang
tempat dibasuhnya wajah dan jiwa pada jeda saat terlampau banyak noktah
tempat bertemu dengannya,
untuk belajar tentang harga tangis dan senyuman
tempat saat tergesa-gesa kuraih kertas dan pena:

sebab banyak terhambur kata


Masjid Telkom,
Oktober, 11 '11

Senin, 03 Oktober 2011

Jeda Lelah


O Allah,
di titik ini aku kembali berhenti
lalu melihat perjalanan yang telah terlalui
seperti gamang,
memang sering terlintas tanya,
telahkah benar aku melangkah?
atau bahkan datang ragu,
tidakkah aku sekadar berjalan di tempat saja ?

sebab mungkin terlalu sering aku kembali mundur
bahkan berlari ke belakang meski tahu betapa sulit tiap langkah tercapaikan
sementara keimanan yang turun naiknya telah terbacakan
tidak juga jelas
bahwa itu bukanlah sebuah pembenaran untuk kemunduran
bahwa jelas,
dengan maksiat terpuruknya!

O Allah,
diantara hening aku berhenti melangkah dan bertanya
saat senyum-senyum itu tak lagi semanis hari kemarin
pun dengan nasihat itu tak lagi terasa mengetuk, namun merapuhkan pintu hati
lalu taman-taman syurga terlewati
hanya disaksikan dengan ekor-ekor mata, hembusan napas, dan langkah menjauhi
jika begini?
aku khawatir terlalu lama berhenti
lalu tak ada daya untuk kembali berjalan lagi

O Allah,
jika bukan dengan kasihMu,
entah bagaimana lagi aku sanggup mengangkat wajahku

O Allah,
aku yang lengah
maka jangan tinggalkan hamba
meski hanya sekejap mata
(Oktober, 3 '11)

Rabu, 21 September 2011

[Lomba PK] INI DIA! Paket Souvenir buat Pemenang!


Baju kaos sulawesi, tas selempang toraja, miniatur perahu phinisi, kopi toraja, kue bugis, tempat pensil kain sengkang, dan gantungan kunci

InsyaAllah, paket ini akan kami persembahkan untuk penulis tiga naskah terbaik dalam Lomba Menulis Potret Kematian. Yang sudah selesai nulisnya, jangan ragu layangkan naskahmu! Yang sudah tau infonya, segera mulai nulis yah.. Yang masih bingung saya lagi bahas apa, cekidot: http://rausyanfiqr.blogspot.com/2011/09/lomba-menulis-potret-kematian.html.
Kami masih menunggu naskah terbaikmu! Ayo bersama saling bernasihat, ayo menulis kebaikan! ^_^

Senin, 19 September 2011

Tapi yang Aku Lihat


Langit biru tua
dan daun gugur yang mengeras di atas tanah itulah
yang kelak akan menjadi saksi
atas setiap kata yang diteriakkan
ya, akan dimintai pertanggungjawaban

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang bergegas di pagi hari untuk menunaikan tugasnya
ia yang mengajarkan kami untuk bersiap-siaga
dan tidak ada celah untuk mengkhianati akad

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang bertahun-tahun merajut sabar
lalu kembali ke rumah saat senja
dengan segala lelah
namun pandangannya masih tetap bertanya,
"bagaimana harimu, Nak?"

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang meletakkan rejeki di tangan kami
sambil memastikan lewat hati
bahwa hanya yang halal yang akan ia bawa ke rumah ini

saat ragu datang,
kupandang mata bunda sambil bertanya lewat jiwa
lalu segera kutemukan jawab
bahwa tidak ada lagi ruang untuk ragu
karena ia telah memahami tentang semua itu

teriakkanlah!
tuliskanlah apa saja!
demi Allah, setiap kata akan diminta pertanggungjawabannya!
katakan saja,
sebab yang aku lihat
adalah lelaki pertama

adalah ayah.

gambar:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/42/Screenshot_Father_and_Daughter.jpg

Sabtu, 17 September 2011

Kultwit #Write @salimafillah


1. Menulis adalah mengikat ilmu & pemahaman. Akal kita sebagai kurniaNya, begitu agung dayanya menampung sedemikian banyak data-data. #Write

2. Tapi kita kadang sulit memanggil apa nan telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu berkeliaran & bersembunyi di jalur rumit otak kita. #Write

3. Maka menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea, sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab. #Write

4. Demikianlah kita fahami kalimat indah Asy Syafi'i; ilmu adalah binatang buruan, & pena yang menuliskan adalah tali pengikatnya. #Write

5. Menulis juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah ilmu & dikaruniai pengertian; adakah kemajuan? #Write

6. Itu bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan. #Write

7. Jika tulisan kita 3 bulan lalu telah bisa kita tertawai; maka terbaca adanya kemajuan. Jika masih terkagum juga; itu menyedihkan. #Write

8. Lebih lanjut; menulis adalah mengujikan pemahaman kepada khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan & penilaian. #Write

9. Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar & sarasehan; tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan. #Write

10. Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang meluruskan kebengkokan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan. #Write

11. Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas tambahan pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian tajam. #Write

12. Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu & ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak. #Write

13. Adagium Latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi. #Write

14. Tapi bagi kita, makna keabadian karya bukan hanya soal masyhurnya nama; ia tentang pewarisan nilai; kemaslahatan atau kerusakan. #Write

15. Andaikan benar bahwa Il Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran... #Write

16. ..seperti terisyu tentang Napoleon, Hitler, & Stalin; akankah dia bertanggungjawab atas berbagai kezhaliman nan terilham bukunya? #Write

17. Sebab bukan hanya pahala yang bersifat 'jariyah'; melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan. #Write

18. Mungkin tak separah Il Principe; tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berrantai-rantai. #Write

19. Dan bahagialah bakda pengingat; huruf bisa menjelma dzarrah kebajikan; percikan ilhamnya tak putus mencahaya sampai kiamat tiba. #Write

20. Lalu terkejutlah para penulis kebenaran, kelak ketika catatan amal diserahkan, "Ya Rabbi, bagaimana bisa pahalaku sebanyak ini?" #Write

21. Moga kelak dijawabNya, "Ya, amalmu sedikit, dosamu berbukit; tapi inilah pahala tak putus dari ilham kebajikan nan kau tebarkan." #Write

22. Tulisan sahih & mushlih; jadi jaring yang melintas segala batas; menjerat pahala orang terilham tanpa mengurangi si bersangkutan. #Write

23. Menulis juga bagian dari tugas iman; sebab makhluq pertama ialah pena, ilmu pertama ialah bahasa, & ayat pertama berbunyi "Baca!" #Write

24. Tersebut di HR Ahmad & ditegaskan Ibn Taimiyah dalam Fatawa, "Makhluq pertama yang diciptaNya ialah pena, lalu Dia berfirman... #Write

25. .."Tulislah!" Tanya Pena; "Apa yang kutulis, Rabbi?" Kata Allah; "Tulis segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluqKu." #Write

26. Adapun ilmu yang diajarkan pada Adam & membuatnya unggul atas malaikat nan lalu bersujud adalah bahasa; kosa kata. (QS 2: 31) #Write

27. Dan "Baca!"; wahyu pertama. Bangsa Arab nan mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis-baca

28. ..menulis -kata mereka- ialah alat bantu bagi yang hafalannya di bawah rata-rata>, tiba-tiba meloncat ke ufuk, jadi guru semesta. #Write

29. Muhammad hadir bukan dengan mu'jizat yang membelalakkan; dia datang dengan kata-kata yang menukik-menghunjam, disebut 'Bacaan'. #Write

30. Maka Islam menjelma peradaban Ilmiah, dengan pena sebagai pilarnya; wawasan tertebar mengantar kemaslahatan ke seantero dunia. #Write

31. Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita; sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia & mengubah dunia. #Write

32. Bagaimana sebuah tulisan bisa mengilhami; tak tersia, tak jadi tragika, & tak menjatuhkan penulisnya dalam gelimang kemalangan? #Write

33. Saya mencermati setidaknya ada 3 kekuatan yang harus dimiliki seorang penulis menggugah; Daya Ketuk, Daya Isi, & Daya Memahamkan. #Write

34. Daya Ketuk ini paling berat dibahas; yang mericau ini pun masih jauh & terus belajar. Ia masalah hati; terkait niat & keikhlasan. #Write

35. Pertama, marilah jawab ini: 1} Mengapa saya harus menulis? 2} Mengapa ia harus ditulis? 3} Mengapa harus saya yang menuliskannya? #Write

36. Seberapa kuat makna jawaban kita atas ke-3 tanya ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati aneka tantangan menulis. #Write

37. Alasan kuat tentang diri, tema, & akibat dunia-akhirat jika tak ditulis; akan menggairahkan, menggerakkan, membakar, menekunkan. #Write

38. Keterlibatan hati & jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan. #Write

39. Tetapi; tak cukup hanya hati bergairah & semangat menyala saja jika yang kita kehendaki adalah keinsyafan suci di hati pembaca. #Write

40. Menulis memerlukan kata yang agung & berat itu; IKHLAS. Kemurnian. Harap & takut hanya padaNya. Cinta kebenaran di atas segala. #Write

41. Allah gambarkan keikhlasan sejati bagai susu; terancam darah & kotoran, tapi terupayakan; murni, bergizi, memberi tenaga suci... #Write

42. ...dan mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat & bertaqwa (QS 16: 66). #Write

43. Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah & tak mudah; ada goda kotoran & darah; kekayaan & kemasyhuran, riya' & sum'ah. #Write

44. Jika ia berhasil dilampaui; jadilah tulisan, ucapan & perbuatan sang penulis bergizi, memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci. #Write

45. Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur kotoran & darah, racun & limbah; lalu disajikan pada pembaca. #Write

46. Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat di hati, ampuni bocornya syahwat itu & ini, di tiap kali kami gerakkan jemari menulis & berbagi. #Write

47. Sebab susu tak murni, tulisan tak ikhlas, memungkinkan 2 hal: a) pembaca muak, mual, & muntah bahkan saat baru mengamati awalnya. #Write

48. Atau lebih parah: b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di jiwanya justru penyakit-penyakit berbahaya. #Write

49. Menulis berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati pembaca pohon ketaqwaan. Itulah daya ketuk sejati. #Write

50. Daya sentuh, daya ketuk, daya sapa di hati pembaca; bukan didapat dari wudhu' & shalat yang dilakukan semata niat menoreh kata... #Write

51. ...Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Maha Perkasa, semuanya; bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa.. #Write

52. ...lalu menulis itu sekedar 1 dari berbagai pancaran cahaya yang kemilau dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan nan mengemuka. #Write

53. Setelah Daya Ketuk, penulis harus ber-Daya Isi. Mengetuk tanpa mengisi membuat pembaca ternganga, tapi lalu bingung berbuat apa. #Write

54. Daya Ketuk membuat pembaca terinsyaf & tergugah; tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru. #Write

55. Daya Isi adalah soal ilmu. Mahfuzhat Arab itu sungguh benar; "Faqidusy Syai', Laa Yu'thi: yang tak punya, takkan bisa memberi." #Write

56. Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu & berbagi; membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti. #Write

57. Ia menyimak apa yang difirmankan Tuhannya, mencermati yang memancar dari hidup RasulNya; & membawakan makna ke alam tinggalnya. #Write

58. Dia fahami ilmu tanpa mendikotomi; tapi tetap tahu di mana menempatkan yang mutlak terhadap yang nisbi; mencerahkan akal & hati. #Write

59. Penulis sejati memiliki rujukan yang kuat, tetapi bukan tukang kutip. Segala yang disajikan telah melalui proses internalisasi. #Write

60. Penulis sejati kokoh berdalil bukan hanya atas yang tampak pada teks; tapi disertai kefahaman latar belakang & kedalaman tafsir. #Write

61. Dengan proses internalisasi; semua data & telaah yang disajikan jadi matang & lezat dikunyah; pembacanya mengasup ramuan bergizi. #Write

62. Sebab konon 'tak ada yang baru di bawah matahari'; tugas penulis sebenarnya memang cuma meramu hal-hal lama agar segar kembali. #Write

63. Atau mengungkap hal-hal yang sudah ada, tapi belum luas dikenali. Diperlukan ketekunan untuk melihat 1 masalah dari banyak sisi. #Write

64. Atau mengingatkan kembali hal-hal yang sesungguhnya telah luas difahami; agar jiwa-jiwa yang baik tergerak kuat untuk bertindak. #Write

65. Maka dia suka menghubungkan titik temu aneka ilmu, penuh pemaknaan segar & baru, dengan tetap berpegang kaidah sahih & tertentu. #Write

66. Dia hubungkan makna nan kaya; fikih & tarikh; dalil & kisah; teks & konteks; fakta & sastra; penelitian ilmiah & rasa insaniyah. #Write

67. Dia menularkan jalan ilmu untuk tak henti menggali; tulisannya tak membuat orang mengangguk berdiam diri; tapi kian haus mencari. #Write

68. Ia bawakan pemaknaan penuh warna; beda bagi tiap pembaca; beda bagi pembaca sama di saat berbeda. Membaru & mengilhami selalu. #Write

69. Maka karyanya melahirkan karya; syarah & penjelasan, catatan tepi & catatan kaki, juga sisi lain pembahasan, & bahkan bantahan. #Write

70. Setelah Daya Ketuk & Daya Isi; seorang penulis kan kokoh & luas kemanfaatannya jika mampu menguasai Daya Memahamkan pada pembaca. #Write

71. Seorang penulis menggugah memulai Daya Memahamkan-nya dengan 1 pengakuan jujur; dia bukanlah yang terpandai di antara manusia. #Write

72. Sang penulis sejati juga memahami; banyak di antara pembacanya yang jauh lebih berilmu & berwawasan dibandingkan dirinya sendiri. #Write

73. Dalam hati, dia mencegah munculnya rasa lebih berilmu daripada pembacanya: "Aku tahu. Kamu tidak tahu. Maka bacalah, kuberitahu." #Write

74. Setiap tulisan & buku yang disusun dengan sikap jiwa penulis "Aku tahu! Kamu tak tahu!" pasti berat & membuat penat saat dibaca. #Write

75. Kadang senioritas atau lebih tingginya jenjang pendidikan tak sengaja melahirkan sikap jiwa itu. Sang penulis merasa lebih tahu. #Write

76. Mungkin itu menjelaskan; mengapa beberapa textbook kuliahan tak ramah dibaca. Penulisnya Prof., pembacanya belum lama lulus SMA. #Write

77. Sikap jiwa kepenulisan harus diubah; dari "Aku tahu! Kamu tak tahu!" menjadi suatu rasa nan lebih adil, haus ilmu, & rendah hati. #Write

78. Penulis sejati ukirkan semboyan, "Hanya sedikit ini yang kutahu, kutulis ia untukmu, maka berbagilah denganku apa yang kau tahu." #Write

79. Penulis sejati sama sekali tak berniat mengajari. Dia cuma berbagi; menunjukkan kebodohannya pada pembaca agar mereka mengoreksi. #Write

80. Penulis sejati berhasrat tuk diluruskan kebengkokannya, ditunjukkan kelirunya, diluaskan pemahamannya, dilengkapi kekurangannya. #Write

81. Penulis sejati jadikan dirinya bagai murid yang mengajukan hasil karangan pada guru; berribu pembaca menjelma dosen berjuta ilmu. #Write

82. Inilah yang jadikan tulisan akrab & lezat disantap; pertama-tama sebab penulisnya adil menilai pembaca, haus ilmu, & rendah hati. #Write

83. Pada sikap sebaliknya, kita akan menemukan tulisan yang berribu kali membuat berkerut dahi, tapi pembacanya tak kunjung memahami. #Write

84. Lebih parahnya; keinginan untuk tampil lebih pandai & tampak berilmu di mata pembaca sering membuat akal macet & jemari terhenti. #Write

85. Jika lolos tertulis; ianya jadi kegenitan intelektual; inginnya dianggap cerdas dengan banyak istilah yang justru membuat mual. #Write

86. Kesantunan Allah jadi pelajaran buat kita. RasulNya menegaskan surga itu tak terbayangkan. Tapi dalam firmanNya, Dia menjelaskan. #Write

87. Dia gambarkan surga dalam paparan yang mudah dicerna akal manusia; taman hijau, sungai mengalir, naungan rindang, buahan dekat.. #Write

88. ..duduk bertelekan di atas dipan, dipakaikan sutra halus & tebal, pelayan hilir mudik siap sedia, bidadari cantik bermata jeli.. #Write

89. Allah Maha Tahu, tak bersombong dengan ilmu; Dia kenalkan diriNya bukan sebagai Ilah awal-awal, melainkan Rabb nan lebih dikenal. #Write

90. Penulis sejati menghayati pesan Nabi; bicaralah pada kaum sesuai kadar pemahamannya, bicara dengan bahasa yang dimengerti mereka. #Write

91. Penulis sejati mengerti; dalam keterbatasan ilmu nan dimiliki, tugasnya menyederhanakan yang pelik, bukan merumitkan yang mudah. #Write

92. Itupun tidak dalam rangka mengajari; tapi berbagi. Dia haus tuk menjala umpan balik dari pembaca; kritik, koreksi, & tambah data. #Write

93. Penulis sejati juga tahu; yang paling berhak mengamalkan isi anggitannya adalah dirinya sendiri. Daya Memahamkan berhulu di sini. #Write

94. Sebab seringkali kegagalan penulis memahamkan pembaca disebabkan diapun tak memahami apa yang ditulisnya itu dalam amal nyata. #Write

95. Begitulah Daya Memahamkan; dimulai dengan sikap jiwa yang adil, haus ilmu, & rendah hati terhadap pembaca kita, lalu dikuatkan.. #Write

96. ..dengan tekad bulat tuk jadi orang pertama yang mengamalkan tulisan, & berbagi pada pembaca secara hangat, akrab, penuh cinta. #Write

98. Kita lalu tahu; menulis bukanlah profesi tunggal & mandiri. Ia lekat pada kesejatian hidup sang mukmin; tebar cahaya pada dunia. #Write

99. Maka menulis hanya salah satu konsekuensi sekaligus sarana bagi si mukmin tuk menguatkan iman, 'amal shalih, & saling menasehati. #Write

100. Jika ada 'amal lain yang lebih kuat dampaknya dalam ketiga perkara itu; maka kita tak boleh ragu: tinggalkan menulis menujunya:) #Write



Duhai Allah, jadikanlah tiap kata sebagai semangat untuk senantiasa penjadi pengamalnya yang pertama, menunaikan tugas sebagai seorang khalifah, menjadi salah satu bentuk ibadah yang menuai pahala, dan nama kami yang tertambat di sana, sungguh bukan agar menuai kagum dari manusia, namun agar kami senantiasa istiqamah.Aamiin.

Jumat, 16 September 2011

cerita



jarum jam yang berdetak

menyanyikan lagu selamat tinggal pada purnama sempurna

ia juga yang senantiasa tepati janjinya

waktu kita mengulum senyum dan harap pada tiap penanggalan di akhir senja

"akan kutemukan dirimu, dimana pun kau berada..."


dimana perginya daun-daun gugur yang kau pintal dengan asa?

juga wajah cerah saat melihat mentari yang terbit

lalu memancarkan sinarnya dari celah-celah reranting yang mulai mengering

"tidak akan kulupakan, sepahit apapun kisah kita..."


tapi bukankah menyakitkan,

jika sembari berjalan terus meski lelah

lalu tidak kudapati langkahmu di jalan yang sama

"jika seperti ini, dapatkah nanti kita kembali jumpa?"

Sabtu, 10 September 2011

[Lomba Menulis] Potret Kematian


Ada aura mencekam dari deret empat huruf itu. Sebuah kata yang sejatinya sangat dekat dengan kehidupan kita, namun sekaligus menjadi pemutus dari segala kenikmatan dunia: M.A.T.I. Yah, mati. Entah telah berapa kali dalam hidup kita, kita menyaksikan peristiwa ini. Mungkin ia terjadi pada seorang tokoh besar yang hanya kita saksikan lewat televisi, hingga saat ia tertakdir untuk orang yang sangat dekat dengan kehidupan kita sendiri. Berbagai macam potret kematian itu sebagainnya mungkin hanya kita anggap sebagai angin lalu, tapi sebagian lainnya cukup dapat menghentak perhatian kita, meski hanya untuk beberapa waktu. Setiap jiwa akan merasakan mati, olehnya itu, satu-satunya kepastian dalam kehidupan, justru adalah kematian itu sendiri. Dialah sebaik-baik nasihat yang dapat menyadarkan kita bahwa hidup memang tak selamanya, serta menyolek nurani kita untuk kembali menengok sejauh mana perbekalan yang kita kumpulkan untuk perjalanan panjang setelah kematian.

Nah, lomba ini mengajak kamu untuk mengikat makna yang terserak dari berbagai macam potret kematian di sekitar kita. Agar kita dapat mengambil jeda dan melihat fenomena ini dengan lebih jelas bahwa kematian justru hanya bermakna bagi kita; manusia yang masih diberi kehidupan.

Ketentuan lomba:
Lomba terbuka untuk umum.
Panjang Naskah 3-4 halaman (ukuran kertas A4, spasi 1,5).
Tulisan dalam bentuk narasi ala Chiken Soup
Naskah merupakan karya asli penulis, bukan saduran, dan belum pernah diterbitkan di media manapun.
Naskah berkisah tentang potret kematian yang ditemukan penulis dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah dikirim ke email: potretkematian@gmail.com dalam bentuk lampiran dengan format subjek PK_Judul naskah_Nama penulis. Sertakan biodata naratif maksimal 250 kata di akhir naskah. Email balasan menunjukkan bahwa naskah sudah diterima oleh penyelenggara.
Peserta hanya boleh mngirimkan satu naskah terbaiknya.

Hadiah
Juara I : paket buku senilai Rp 150rb + paket souvenir khas Makassar
Juara II : paket buku senilai Rp 100rb + paket souvenir khas Makassar
Juara III : paket buku senilai Rp 50rb + paket souvenir khas Makassar
dan Paket Buku untuk Pengirim Naskah Pertama !!!

25 naskah terbaik insya Allah akan diusahakan untuk diterbitkan di penerbit major. Atau bila tidak memungkinkan, akan diterbitkan secara indie. Royalti akan disumbangkan untuk saudara2 kita di Palestina melalui komunitas MP for Palestine* (mp4p.multiply.com)

Lomba ini dimulai sejak tanggal 11 September 2011 dan berakhir pada 25 September 2011 pukul 23.59 WIB. Pengumuman pemenang pada tanggal 9 Oktober 2011 melalui postingan FB/blog penyelenggara. Keputusan juri bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat.


Penyelenggara:

Sari Yulianti (akuai.multiply.com)

Diena Rifa'ah (megalotus.multiply.com)

Jumat, 09 September 2011

kelabu kebiru-biruan


kelabu kebiru-biruan itu

mengingatkanku tentangmu

rasanya ingin segera saja kutarik tanganmu kesini untuk duduk membersamai

"bukankah terlalu banyak kenangan di tempat sederhana ini?"


segala tawa ceria kita, kau tahu, akan selalu membangkitkan semangat baru

bahkan kepada langit mendung sekalipun

semua tetes air mata itu, kau tahu, ia selalu diseka bukan hanya dengan jemari

tapi juga dengan hati yang berbalur segala kehangatan yang ia miliki

saling meyakinkan bahwa kita memang tidak pernah sendiri


lalu setiap tetes cahaya yang kita saksikan terus menyempurnakan dirinya

pada masing-masing jiwa

pada masing-masing pencapaian yang kita daki selangkah demi selangkah

aku mungkin terlalu lambat

tapi aku tahu, kau tidak akan pernah meninggalkanku barang sesaat


kelabu kebiru-biruan itu mengingatkanku padamu

jika saja kau di sini

lihatlah, sepertinya ada yang telah hilang di tempat ini

(September 9 '11)


Kamar Indy, dengan pikiran melayang ke beranda mushalla Al Iqra.


Kamis, 08 September 2011

bincang


"Lihat dia!"

"Siapa? Gadis itu?"

"Ya, kasian dia..."

"Ada apa? Bukankah dia nampak baik-baik saja?"

"Dia terlalu lama mengambil jeda. Hingga akhirnya kehilangan semangatnya sendiri.."

"Bukan. Menurutku dia terlalu lama memandang ke belakang. Melihat ke masa lalu. Lalu menemukan kesalahan yang menjadi langkah awalnya dulu. Sayang, perjalanannya sudah terlalu jauh.."

"Begitulah dia. Sekarang sibuk dengan pikirannya sendiri..Dia menatap kawan seperjuangannya dulu sambil bergumam-gumam; bukankah menyakitkan? Dulu menatap ketaatanmu dari jauh, kini hanya dapat melihatnya pada masa lalu... Padahal kita bersama masa itu, namun kini kau tidak lagi berjalan sebaris denganku..."

"Sebenarnya tidak mengapa ia memikirkan itu..."

"Iya, tapi jedanya kini tak lagi sejenak. Terlalu lama sehingga ia terengah-engah untuk memulai kembali segalanya..."

"Atau bahkan ia khawatir bakal menjadi seperti rekan seperjuangannya yg pergi itu?"

"Entahlah. Tapi sepertinya ia masih mengusahakan diri, untuk perkara itu, sepertinya masih bisa ia menguatkan diri...Tapi ia sendiri tau, bahwa hidupnya bukan hanya melulu tentang satu masalah saja. Masih banyak hal lain yang perlu ia selesaikan. Segera!"

"Tapi bukankah memang jiwanya tidak pernah disana?"

"Ya, benar.. Tapi ia telah memilih, seberapapun sebelumnya ia terpaksa, akhirnya ia sendiri yg memutuskannya, dan ia harus mempertanggungjawabkannya!"

"Aku rasa, dia tau betul tentang itu..Dia hanya butuh waktu.."

"Ya, tapi sebaiknya tidak terlalu lama. Aku khawatir ia akan tergoda pada hal-hal lain yang sesuai dengan jiwanya, lalu lupa pada pengorbanannya yang telah memasuki tahun kelima."

"Seperti semua hal yang telah dia lalui. Saat dia telah memulai, maka dia pula yang akan menyelesaikannya. Bagaimana pun caranya."

"Semoga saja.."

"Tapi, kawan. Siapa sebenarnya dia? Gadis itu?"

"Lho? Dia itu yang menulis perbincangan ini..."

Minggu, 04 September 2011

untuk Aafiyah


bagaimana dunia, Aafiyah?
bukankah ia adalah dominasi merah muda
bersama gelembung-gelembung sabun yang bening
meletus di atas ponimu
lalu kau tertawa
hari-hari selalu cerah

tidak usah risau, Aafiyah
pada masa depan Ayah dan Bunda
sebab segala yang tertakdir telahlah benar
kelak, mengertilah bahwa haruslah kita terima
haruslah kita ikhlaskan
namun saat ini,
tersenyumlah seperti biasanya, cinta

sebab akan selalu ada cahaya meski kelam telah pekat
walau hanya setitik dengan pendar yang buram
bahkan kini, ia masih saja dipandang benderang selayaknya bulan baru di tengah malam
maka nikmati saja
biarkan esok kau terjaga dari tidur nyenyak-mimpi indah
dan dunia tetaplah merah muda
cerah
dan kau suka
(September, 4 '11)

Minggu, 28 Agustus 2011

Laki-Laki dalam Mimpi


ada yang diam-diam masuk dalam mimpi

lelaki yang baru saja berkata lewat baris-barisnya

kupikir itu tentang masa lalu

kupikir itu tentang rindu


ada sedikit luka di sana

lelaki dalam mimpi muncul tiba-tiba

mengajarkan tentang masa depan

dan jalan yang selama ini tidak pernah terinjak

pijakan-pijakan di bumi yang berbeda

tapi, bukankah di sini selalu lebih indah?


lelaki dalam mimpi muncul di malam ganjil

saat terjaga, sadarlah ia

mungkin ini bukan apa-apa

mungkin ia tidak pernah ada

(Ramadhan, 29 '11)


Kamis, 07 Juli 2011

jauh


Bukankah perjalanan seperti ini yang duhulu pernah ditunggu

Seorang teman berkata,

Saat kita pergi bukan untuk menjauh

Tapi agar terlihat siapa yang peduli untuk mendekat

Di tanah ini

Ada hamparan sawah yang menyambut pagi dan matahari

Malamnya adalah kerlip kunang-kunang yang baru kita lihat

Baguslah,

Saat rindu kini terbentang oleh jarak yang lebih jauh

Sementara hening menjadi begitu mahal

Sebab tidak semua orang menyukainya

Biarlah saja

Kita belajar kata-kata dari mulut mulut mungil yang takjub pada berbagai macam benda-benda yang jarang mereka lihat

Tapi kita pun banyak tidak memiliki apa yang mereka punya;

Itukah kejujuran?

Itukah ketulusan?

Itukah senyuman yang datang langsung dari hati pemiliknya?

Tapi di sini pun rumah-rumah Allah ternyata terikut sunyi

Kecuali oleh para pemilik keriput yang memang sudah merasa dekat masanya kembali

Mungkin, sebab itulah kita harus berbagi

Untuk membawa cerah pada setiap sudut

Untuk menyadarkan bahwa bukan kita pemilik hidup

Kita masih terus melangkah

Sesekali meningkahi suara adzan dari menara

Yang terbawa angin melintasi rerimbun daun ubi di halaman

Sementara selalu terpendam tanya

Bagaimanakah ujung perjalanan ini nanti akhirnya?

(Soppeng, Marioriawa-Batubatu. Hari ke-11 KKN, 4 Juni 2011)

gambar:devianart.com

Senin, 13 Juni 2011

Kata Selepas Senja


di senja yang megah itu

sungguh,

aku tidak peduli bagaimana cara mereka menginjak-injak puisi

sebab sudah terlalu lama kami membersamai

meski aku menyahut dan ia hanya mengangguk

tak mengapa,

itu saja


maka biarkanlah kuterbangkan selembar sapu tangan yang tertiup angin sebagai tanda perpisahan

sebab memang tidak dapat kita paksakan takdir yang sudah sejak lama tertuliskan

lalu memilih untuk tetap menatap lepasnya senja, bahkan meski kita sangat mencintainya


biarlah saja,

kita nikmati rembulan dari kejauhan

sebab aku khawatir

memandangnya dari dekat akan mengubah senyum di wajahmu

saat kau sadar, ia tidak seindah yang kau kira.

gambar: devianart.com

Jumat, 10 Juni 2011

bagaimana bahagia, bahagia bagaimana


Seperti apakah disebut bahagia?

Apakah saat pagi hari mata kita sanggup terbuka dari pejamnya?

Atau waktu mentari mampu menyinari tanpa terhalang oleh awan mendung yang mengandung hujan?

Entahlah.




Kapankah bahagia?

Mungkin waktu Bung Karno berhasil membaca proklamasi di sebuah hari di Agustus yang telah terlewat

Dan menuntaskan sisa perjuangan Cut Nyak Dien, Bung Tomo, atau para pendiri Serikat Dagang Islam

Melepaskan diri dari belenggu para kumpeni berhidung mancung berambut pirang, dan bangsa bermata sipit berkulit putih Jepang

Konon, mereka beratus tahun telah memaksakan romusha dan penindasan di negeri kita


Mengapa disebut bahagia?

Apakah karena telah berhasil bertambah panjang nama sebab titel-titel setelah kuliah bertahun lamanya?

Atau sebab sukses mengguna baju seragam untuk sebuah instansi dengan gaji tinggi dan fasilitas mewah?

Atau karena selalu disambut hormat dan bungkukan badan karena telah sampai pada derajat pejabat?


Bagaimana bahagia?

Mungkin seperti saat Muhajirin dan Anshar dipersaudarakan oleh Rasulullah

Atau waktu Makkah berhasil ditaklukkan

Atau saat para ilmuwan meletakkan berbagai dasar-dasar ilmu di Andalusia

Ataukah saat Ka’ab bin Malik dikabarkan tentang diterimanya pertaubatannya sebab mangkir dari jihad?

Nikmatilah hari yang paling indah sejak kau dilahirkan...


Itulah bahagia,

Saat kita bersama saling menegur saat tersalah

Waktu salah seorang dari kita merasa sedikit nyeri, namun bersedia memperbaiki kekhilafan

Waktu kita saling menguatkan dalam kebenaran dan kesabaran

Hingga di sanalah bahagia

Saat langkah telah sampai di pintu jannah


(Masjid Telkom, Juni 1o ’11)

*Buat Niniek Sannang yang dirindukan.

gambar: devianart.com

Senin, 06 Juni 2011

percakapan

Seorang istri menatap daun yang berguguran

Ia dapati reranting dan daun kering yang saling melupakan

Setelah kebersamaan berbagai musim yang telah lewat

Lalu ia bertanya kepada lelaki-nya;

Wahai imamku,

Jika aku telah tiada

Secepat itukah kau akan lupa?




Maka lelaki itu menatap mata istrinya, teduh

Bagaimana bisa,

Ucapnya dengan lembut

Aku lupa pada wanita yang pertamakali mengajariku cinta



Lalu sang lelaki melihat awan yang berarak, pergi meninggalkan langit tempatnya menggelantung sebelumnya

Menuju potongan langit lain tempat ia kembali meneduhkan

Lalu ia bertanya kepada wanita-nya

Wahai bidadari,

Jika nanti aku pergi

Apakah sosokku akan tetap dalam ingatmu?




Maka wanita itu menatap mata suaminya, lembut

Bagaimana mungkin,

Ucapnya tanpa ragu

Aku berhenti mengingat pria yang ridha-nya adalah jannah


Lalu keduanya terinsyaf kepada perpisahan

Yang selalu membersamai takdir perjumpaan

Tapi setelahnya

Akan selalu ada kenangan

Dan rindu yang dapat menyeruak kapan saja

(6/6/2011)

Kado pernikahan untuk Kak Sakinah Dewi Fitriana di hari bahagianya, 4 Juni 2011. ^_^
Afwan, terlambat Kak! >_<

Selasa, 31 Mei 2011

JUNI


sejak semalam, waktu terlelap itu

ingatkah kau tentang kisah saat ia membersamai para karibnya

lalu berucap dengan mata dan hati yang gerimis

tentang kaum yang tak pernah berjumpa dengannya

namun mencintainya seperti mereka yang berada di dekatnya

lalu ia katakan;

ia rindu



dialah yang mencintaimu bahkan sebelum kau lahir



pagi ini, bagaimana pula cara kami membalasnya, wahai Nabi?

dalam cahaya kami yang remang, mungkin hanya sekuntum

bolehkah di hari nanti kami berdiri di barisanmu?

sementara air mata telah gersang; kemarau

sementara hati selalunya lalai; kembara



kau al amin, sebab mereka mengenalmu

kami terpercayakan dengan tugas berat itu, sebab mereka tidak mengenal diri ini

maka jika baik sangka itu telah hilang

dan wajah mereka telah masam

saat caci tidak lebih buruk dari kenyataan

dan terlampau sering seharusnya terlemparkan pasir ke wajahnya

ah, andai mereka tahu siapa kami sebenarnya!

(Membuka Juni 2011)

gambar:devianart.com

Rabu, 25 Mei 2011

ini langit biru


dulu aku sering diam-diam menyimpan rahasia darimu, langit biru

waktu kau pergi dan kelam berganti

kutuliskan sajak untuk dibawakan oleh angin malam

lewat tiap desah nafas yang satu-satu

di malam yang sepi



tapi kini

mereka datang kembali

katanya; "kami tidak pernah sampai, mungkin agar kau tidak perlu memulai"

namun,

saat terasa ada yang hilang

mungkin ia abstrak; hanya perasaanku saja

maka langit biru itu yang kini seolah tersenyum teduh

berkata lirih bersama deret awan-awan yang putih;

"ini aku, kawanmu

kelak, tidak usah sembunyikan apapun dariku."
(May, 26 '11)



*sarapan puisi pagi-pagi dengan mata segaris -_-

Minggu, 22 Mei 2011

ini langit senja


Ini langit senja

Aku mengingatmu di bawahnya

Ia menjadi saksi

Aku merindumu, saat ini



Suatu hari aku mendengar cerita tentangmu

Dulu, waktu kita belum bertemu

Dari lisanmu, katamu:

Kau dulu pernah berada dalam gelap

Lalu ia kutuliskan dalam kisah

Pintaku, semoga gelapnya yang kini cahaya

Menjadi nasihat kepada yang lainnya

Bahwa selalu ada kesempatan untuk menjadi lebih indah

Jika kita ingin, tentu saja



Namun kini

Diantara cahaya itu kulihat kau pergi

Semakin menjauh

Dengan senyum yang tidak lagi seperti dulu

Sebab selalu kuingat kisahmu yang kutulis

Bahkan masih tersimpan hingga saat ini,

Dihatiku.



Ukhti,

Apakah jika tidak di sini

Bagimu semuanya terasa lebih baik?

(Mei, 22 ’11)

gambar: devianart.com

kepada penyair


wahai penyair,
ijinkan kucukupkan melihatmu dari sudut sajak
sebab bukankah selalu ada celah jika kita mencarinya
selalu tersisa kelam saat tidak kita hiraukan cahaya
sementara kau tau,

kepada itu aku jatuh

(Mei, 19 '11)

gambar:devianart.com

jendela


di balik jendela yang menganga

ada langit kelam dgn setitik bintang dan nyala lampu yg angkuh memendar

ia bercerita tentang bocah sepi yg ditinggal mati ayahanda
lalu ibunda pun pergi
dan tentang tangis wanita tua yg bercampur keringat lelahnya

langit itu juga yg dahulu menjadi saksi
dalam gulita seorang lelaki
memanggul karung ke hadapan pintupintu yg memanggil sunyi
lalu ia menjadi misteri
hingga jasad diakhir hidupnya yg bercerita
dialah dulu yg telah berhikmat untuk yg papa
lebam hitam di punggung menjadi buktinya

di balik jendela
langit seolah bertanya
mengapa manusia seperti akan hidup selamanya?

(Mei, 11 '11)

gambar: devianart.com

Jumat, 29 April 2011

Apa Kabar, Cinta?


bagaimana desir angin di sana?

apakah tingkahnya juga senang memainkan anak-anak rambutmu

dan sesekali membuatmu tertegun oleh sinar matahari yang hangat

ini baik untuk tubuh,

demikian katamu suatu waktu


apa kabar, cinta?

masihkah sampai segala ungkap yang dulu sering kita sebut

saat cukup dimensi apapun yang menjadi saksi

dan kita tahu segalanya memiliki konsekuensi

saat kau pergi dan kita tak jumpa

atau waktu suatu hari aku yang akan pergi, untuk sementara.

(April, 29 '11)


untuk semua saudariku yang kini di tempat jauh

kadang, aku rindu.


gambar: devianart.com

Selasa, 26 April 2011

kepada kakak


kepada kakak di pulau seberang

kita tahu tentang kata yang teramat jarang

namun, entahlah

sebab kali ini aku telah tak lagi tahu kepada siapa harus menyampaikan pesan

mungkin, sudah dekat saatnya harus kutuliskan wasiat?


kakak,

di sini musim begitu cepat berubah

kemarin, matahari masih mengantarkan cerah, lembut sekali

tetapi seketika hari ini hujan saling berkejaran seperti anjing dan kucing

turun seperti jempol-jempol

jatuh di permukaan bumi, dan meresap ke perut bumi


kau tahu,

saat terkadang aku merasa begitu tidak berarti

mungkin salah jika selama ini terus kutelusuri tentang hidup yang selurusnya

hingga kudapati hidupku, hidup kita yang memang sangat terasa terlalu berliku

sejak kecil

waktu tangis adalah sendiri sebelum tidur

waktu takdir menyuruhku mengusap air mata sendiri,

menegar-negarkan diri sendiri

membelai rambutku sendiri

hingga tangis henti dan tertidur

lalu menyembunyikan mata dengan senyum palsu

demikian berhari-hari tanpa ada yang tahu


kakak,

sejak dahulu

aku telah mengerti

hanya di atas sajadah itu

dan di atas berlembar kertas dan pena yang selalu menemani

hanya di sana dapat tumpah segala

tanpa harus khawatir seseorang mendesak dalam tanya

"kenapa?

bukankah harimu nampak cerah?"

ah, mereka hanya tidak tahu saja!


kakak,

aku menangis lagi.

(April, 27 '11)


gambar:devianart.com

Senin, 25 April 2011

Catatan Pernikahan


Suamiku,Telah kutulis puisi-puisi itu sejak usiamu 26 tahun

Ketika pertama kali kita bertukar senyum

Pada jarak pandang yang begitu dekat

Kau ingat


Saat kubisikkan mungkin aku tak perlu matahari, bulan atau bintang lagi

Cukup kau, cahaya yang Dia kirim untukku
Ah, apakah kau masih menyimpan puisi-puisi itu?
Dua belas tahun kemudian
Aku masih menikmati mengirimi puisi
Hingga hari ini
Aku pun menjelma hujan yang enggan berhenti
di berandamu bersama angin yang selalu kasmaran
kau tahu, aku masih saja menatapmu
dengan mataku yang dulu
lelaki sederhana berhati samudera
yang selalu membawaku berlabuh pada-Nya
pada berkali masa, kau pernah berkata:

“aku tahu, aku hanya ingin menikahi jiwamu selalu”

(Helvy Tiana Rosa)

gambar:devianart.com

Sajakmu, Masih Kusimpan


Sajakmu masih kusimpan

Diantara helaian kertas biru muda dalam buku harian

Waktu kita saling sahut menyahut dalam kata

Dalam diam

Dalam hati yang nyaris beku


Ada helai dedaunan yang sejak awal tercipta dengan kata indah

Yang gugur di musim seharusnya ia gugur

Dan bersemi sesuai masa saat ia bersemi

Maka seperti itulah pula seharusnya kita

Bersajak di musim sajak

Tapi ia terasa berlangsung sepanjang masa, ya?

Dan kita nikmati saja

(April, 26 '11)

gambar: devianart.com

Minggu, 24 April 2011

Malam Saat ia Sunyi


Waktu denting jarum yang jatuh ke lantai terdengar jelas

Begitu juga dengan suara detak jantungmu yang memburu

Berpacu dengan waktu yang tak henti mengejarmu

Menagih janji yang telah lama terlupa di sebuah kotak yang tertinggal di masa lalu

Atau karena kau terlampau hatihati meletakkannya di salah satu saku

Dalam selembar kemeja kelabu yang tak tersentuh

Malam saat ia sunyi menjadi saksi

Bagaimana kau belajar untuk sakit dan menyakiti diri pertama kali

Lalu membawa luka itu di masa-masa berikutnya yang tak juga henti

Tanpa menyisakan ruang yang lain kecuali pada langkah yang datang dan pergi

Selesai

Kau pun terburai

Tak ada yang akan melerai

Sementara kisahmu tak kunjung usai

Di malam saat ia sunyi

Bergemeretak daundaun menahan dingin

Hujan pun turun

Dan sempurna sudah penantianmu

Selesai

Kau pun terburai.

*puisi dengan pikiran kemana-mana

April, 24 ‘11

gambar: devianart.com