Jumat, 29 April 2011

Apa Kabar, Cinta?


bagaimana desir angin di sana?

apakah tingkahnya juga senang memainkan anak-anak rambutmu

dan sesekali membuatmu tertegun oleh sinar matahari yang hangat

ini baik untuk tubuh,

demikian katamu suatu waktu


apa kabar, cinta?

masihkah sampai segala ungkap yang dulu sering kita sebut

saat cukup dimensi apapun yang menjadi saksi

dan kita tahu segalanya memiliki konsekuensi

saat kau pergi dan kita tak jumpa

atau waktu suatu hari aku yang akan pergi, untuk sementara.

(April, 29 '11)


untuk semua saudariku yang kini di tempat jauh

kadang, aku rindu.


gambar: devianart.com

Selasa, 26 April 2011

kepada kakak


kepada kakak di pulau seberang

kita tahu tentang kata yang teramat jarang

namun, entahlah

sebab kali ini aku telah tak lagi tahu kepada siapa harus menyampaikan pesan

mungkin, sudah dekat saatnya harus kutuliskan wasiat?


kakak,

di sini musim begitu cepat berubah

kemarin, matahari masih mengantarkan cerah, lembut sekali

tetapi seketika hari ini hujan saling berkejaran seperti anjing dan kucing

turun seperti jempol-jempol

jatuh di permukaan bumi, dan meresap ke perut bumi


kau tahu,

saat terkadang aku merasa begitu tidak berarti

mungkin salah jika selama ini terus kutelusuri tentang hidup yang selurusnya

hingga kudapati hidupku, hidup kita yang memang sangat terasa terlalu berliku

sejak kecil

waktu tangis adalah sendiri sebelum tidur

waktu takdir menyuruhku mengusap air mata sendiri,

menegar-negarkan diri sendiri

membelai rambutku sendiri

hingga tangis henti dan tertidur

lalu menyembunyikan mata dengan senyum palsu

demikian berhari-hari tanpa ada yang tahu


kakak,

sejak dahulu

aku telah mengerti

hanya di atas sajadah itu

dan di atas berlembar kertas dan pena yang selalu menemani

hanya di sana dapat tumpah segala

tanpa harus khawatir seseorang mendesak dalam tanya

"kenapa?

bukankah harimu nampak cerah?"

ah, mereka hanya tidak tahu saja!


kakak,

aku menangis lagi.

(April, 27 '11)


gambar:devianart.com

Senin, 25 April 2011

Catatan Pernikahan


Suamiku,Telah kutulis puisi-puisi itu sejak usiamu 26 tahun

Ketika pertama kali kita bertukar senyum

Pada jarak pandang yang begitu dekat

Kau ingat


Saat kubisikkan mungkin aku tak perlu matahari, bulan atau bintang lagi

Cukup kau, cahaya yang Dia kirim untukku
Ah, apakah kau masih menyimpan puisi-puisi itu?
Dua belas tahun kemudian
Aku masih menikmati mengirimi puisi
Hingga hari ini
Aku pun menjelma hujan yang enggan berhenti
di berandamu bersama angin yang selalu kasmaran
kau tahu, aku masih saja menatapmu
dengan mataku yang dulu
lelaki sederhana berhati samudera
yang selalu membawaku berlabuh pada-Nya
pada berkali masa, kau pernah berkata:

“aku tahu, aku hanya ingin menikahi jiwamu selalu”

(Helvy Tiana Rosa)

gambar:devianart.com

Sajakmu, Masih Kusimpan


Sajakmu masih kusimpan

Diantara helaian kertas biru muda dalam buku harian

Waktu kita saling sahut menyahut dalam kata

Dalam diam

Dalam hati yang nyaris beku


Ada helai dedaunan yang sejak awal tercipta dengan kata indah

Yang gugur di musim seharusnya ia gugur

Dan bersemi sesuai masa saat ia bersemi

Maka seperti itulah pula seharusnya kita

Bersajak di musim sajak

Tapi ia terasa berlangsung sepanjang masa, ya?

Dan kita nikmati saja

(April, 26 '11)

gambar: devianart.com

Minggu, 24 April 2011

Malam Saat ia Sunyi


Waktu denting jarum yang jatuh ke lantai terdengar jelas

Begitu juga dengan suara detak jantungmu yang memburu

Berpacu dengan waktu yang tak henti mengejarmu

Menagih janji yang telah lama terlupa di sebuah kotak yang tertinggal di masa lalu

Atau karena kau terlampau hatihati meletakkannya di salah satu saku

Dalam selembar kemeja kelabu yang tak tersentuh

Malam saat ia sunyi menjadi saksi

Bagaimana kau belajar untuk sakit dan menyakiti diri pertama kali

Lalu membawa luka itu di masa-masa berikutnya yang tak juga henti

Tanpa menyisakan ruang yang lain kecuali pada langkah yang datang dan pergi

Selesai

Kau pun terburai

Tak ada yang akan melerai

Sementara kisahmu tak kunjung usai

Di malam saat ia sunyi

Bergemeretak daundaun menahan dingin

Hujan pun turun

Dan sempurna sudah penantianmu

Selesai

Kau pun terburai.

*puisi dengan pikiran kemana-mana

April, 24 ‘11

gambar: devianart.com

Kamis, 21 April 2011

menjumpaimu, sahabatku


Tidak ada yang berubah, sahabatku
Selain waktu yang terus bertambah angkanya
Dan bumi yang semakin tua
Mungkin jarak saja yang membuat kita seolah lupa
Pada masa-masa dulu waktu kita masih memandang rerimbun pohon jambu bersama ^_^
Juga memandang ke masing-masing bola mata



Maka jika suatu pagi kau merasa gundah, sahabatku
Ingatlah bahwa dulu pernah begitu semangatnya kita mengarungi tiap siang yang terik
Dengan mimpi-mimpi yang kita terbangkan lewat doa
Membelah langit dan turun kepada kita sebagai cahaya



Lalu jika suatu senja kau merasa sepi, sahabatku
Ingatlah dulu pernah kita tertawa bersama
Dan berkumpul di bawah tangga
Bercerita bahwa suatu hari kita memang akan berpisah
Tapi suatu saat kita akan jumpa dengan masa depan yang lebih nyata



Tidak ada yang berubah, sahabatku
Sebab sebenarnya sering kutemui kau
Lewat baris-baris pinta di hadapanNya
Untuk kebaikanmu dunia dan akhirat
Ingatkah bahwa dahulu kita pernah berjanji bertemu di pintu syurga?

Semoga

(April 21, ’11)



Untuk Ucha, Fathe, Tami, Iis, Oriza, dan Bhukes. I miss u, all..

gambar: devianart.com

Senin, 18 April 2011

lovu-leta


demikianlah yang kudengar ditelingaku
saat sepasang kekasih saling berbagi
di sebuah musim di sebuah senja
ditingkahi angin semilir yang memainkan anak rambut mereka
mereka berkicau
antara batang pohon yang satu
dan rerantingnya yang rapuh

sebuah surat cinta dituliskan lewat pertandapertanda alam
dan kesempatan untuk berbagi hingga tenang perasaan
tidak sepertiku yang masih saja menyimpan luka
di sajaksajak dahulu kutitipkan kata
ini luka yang dahulu ingin kau lihat

mengapa harus kutanyakan tentang setia?

sebab kita ternyata harus jauh memandang pada burung-burung
pada anjing yang menunggu tuannya
dan pada makhluk lain yang ternyata hampa nurani
tapi mereka bisa cintai

saat setia, katamu
tak cukup dengan aksara
maka izinkan kurangkai surat cinta
agar kelak
kita dapat berkaca setia
dari pandang mata dengan warnyanya yang kelabu
saat kita bersama menua
dengan waktu
dengan hujan
dan cerita-cerita indah
dalam sebuah sajak yang saling sahut-menyahut
di tiap lariknya yang tak bisu
(April 18 '11)

*buat kak vee

Jumat, 08 April 2011

biru, jingga, bintang


apa yg membuat kita ikhlas melepas biru langit di akhir siang?
Sebab jingga di langit senja adalah niscaya
adalah ingatkan kisah yg tidak ingin kita lupa

lalu sesementaranya senja harus kembali ridha kita tinggal
sebab menjelang malam bertabur bintang
serupa puisi bertabur kata
sudikah membagi satu lariknya?
(Maret, 7 '11)

Gambar di sini

Selasa, 05 April 2011

sepertinya hidup


sepertinya hidup baru dimulai

saat kita keluar dari lingkar aman masingmasing

lalu membenahi mimpimimpi

dan semakin percaya pada takdir



(April, 4 '11)