Kamis, 24 April 2014

Yang Diajarkan Rindu



Kepadamu, lelaki yang lembut hati
Untuk setiap detik yang kita lewati
Pada senyuman dan segala kebaikan yang telah kau jejakkan di bumi
Izinkan diri ini mengenangnya dalam rindu
Dalam segala keinginan untuk menatap kembali wajah teduhmu

Ada lantunan suaramu yang mengalun dalam benakku
Panggilan shalat yang kau seru dari rumahNya
Juga tentang subuhmu yang sibuk
Dan sosokmu yang terus teringat oleh orang-orang di sekitarmu
Apakah itu caramu mengajarkanku tentang ketulusan?
Tentang rerimbun kebun yang kau garap bukan untuk dirimu, tapi untuk sesiapa di sekitarmu
Atau tentang segala keindahan perangai yang kau punya
Juga semua janji yang selalu kau tunaikan tanpa cela
Bagaimana bisa itu semua kami lupa?

Tak peduli pada setiap rentang waktu,
Musim,
Atau keadaan apapun,
; Kau selalu ada

Tak peduli pada setiap jarak
Air mata,
Atau perasaan apapun,
; kau akan selalu membingkainya dalam sepenuh perhatian
Sepenuh kasih
Sepenuh cinta

Larut sudah semua cerita tentangmu
Yang menguraikan setiap bulir-bulir bening di mata kami
Juga di hati kami
Meski ragamu sudah tak ada lagi di sini

Duhai lelaki yang bening jiwanya,
Meski perpisahan itu tela tunai
Namun Kau tetap akan ada dalam semua teladan nan gagah

Lalu tahukah kau apa yang diajarkan setelah rindu?
Bukan cuma tentang mengenang sosokmu, atau keiginan untuk sejenak bertemu
Tapi untaian doa-doa
Segala pinta pada sang pemilik kehidupan
Doa dengan namamu di dalamnya
Doa untuk dan hanya untukmu,
Ayahku.

Makassar, 23 April 2014
Dituliskan untuk membantu menyusun kerinduan seorang ukhti
kepada ayahnya yang telah meninggal beberapa waktu yang lalu

Rabu, 09 April 2014

Larik-larik Harapan; diantara Pemilu dan Quick-Count yang terus dipergulirkan



Maafkan karena kefakiran ilmu saya sehingga saya hanya dapat menuliskan ini. Bukan tentang analisis politik yang tidak saya mengerti, pun tentang perdebatan atau diskusi seputar sistem  ini-itu yang lebih cukup saya simak tanpa terlibat lebih jauh. Ba’da pemilu kemarin dan setelah muncul berbagai macam hasil hitung-cepat, saya menginsyafi, bahwa perjalanan perjuangan masih panjang, dan untuk melaluinya, kita butuh bersatu, minimal bukan saling membuat jatuh. Teruntuk saudara-saudara saya yang telah menuntaskan satu fase perjuangannya lewat jalur parlemen, juga untuk saudara-saudara saya yang kemarin memilih menahan langkahnya untuk tidak ikut pemilu karena alasan apapun. Ini puisi, maka silakan ditafsirkan sendiri-sendiri. Apapun itu; nyatanya hati kita sudah terpaut dalam iman yang sama, kita tidak akan saling meniadakannya, bukan? Teriring salam cinta, selamat membaca...


Menuju TPS;
Ada langkah yang berjalan
Ada langkah yang tertahan
Keduanya nampak berbeda, meski sejatinya serupa;
Dengan dasar ilmu dan niat kebaikan, bukan sekadar taklid buta

Dan tinta di ujung jari sudah mengering
Pun ungunya telah pudar dan pergi
Mari kembali kita lanjutkan melangitkan doa
Semoga dosa Allah ampunkan, ketaatan Allah mudahkan,
Hanya atas izinNya kalimat Allah kelak tertegakkan

Setelah hiruk pikuk usai,
Mari kita kembali berkumpul bersama
Mendudukkan diri dan mendudukkan hati
Tentu bukan tak mungkin sebab kita telah bersaksi
Hanya karenaNya jalan ini kita pilih
Meski mungkin aku di lajur ini
Kau di seberangnya
Dan dia di seberangnya lagi

Kemarilah, biar kubasuhkan peluhmu
Setelah lelah ragamu, namun tentu tidak dengan jiwamu
Setelah serak suaramu, namun kuyakin tetap tegar hatimu
Maafkan, sebab tetap ada yang berbeda antara kita
Tapi dua kalimat telah kita tegakkan bersama; mengakui hanya Allah saja yang haq untuk disembah
Maka biarlah kita menatap esok dalam harapan
Tetap dalam iman, tetap dalam ukhuwah
Tenanglah, sebab apapun hasilnya, bukankah jalan ini memang dapat lebih panjang dari usia kita?

Kemarilah, biar kudekap tanganmu
Setelah kau putuskan menghentikan langkah
Bahkan saat kau gaungkan bahwa apa yang hadir hari ini bukanlah pilihan yang tepat
Atau perihal cita-cita besar yang teryakini tidak akan diraih dengan cara yang ini
Maafkan, sebab kali ini kami tidak bisa berdiam diri
Sebab ada kegelapan yang harus diikhtiarkan untuk tergeserkan
Meski tidak serta merta benderang, namun kami hanya berupaya agar tetap selalu ada cahaya yang berpendar
Tapi bukankah dua kalimat telah kita tegakkan bersama; kita mengakui Rasulullah sebagai hamba dan utusanNya
Maka biarlah kita menatap esok dalam harapan
Tetap dalam iman, tetap dalam ukhuwah
Tenanglah, bukankah sejatinya mimpi kita adalah sama?

Maka izinkan kubasuhkan peluhmu
Dan kudekap tanganmu
Ada hati yang perlu kita satukan
Ada lisan yang butuh kita lembutkan
Ada hari-hari depan yang harus kita lanjutkan, pada lorong-lorong hening, perjuangan kita masing-masing
Hari ini hanya satu dari hari-hari Allah
Perjuangan kemarin hanya satu dari medan-medan lainnya
Dan tujuan kita tetaplah ridha-Nya
Maka mari, kita lanjutkan perjalanan ini
Bukankah, masih ada cahaya yang perlu kita bagi?

Makassar, 9-10 April 2014

Kamis, 03 April 2014

bunga sakura gugur lagi

pada setiap senja kita menitipkan salam yang tidak terucap
ada rindu yang tersimpan dengan rapi di sudut hati
ada kata-kata yang berhenti pada lisan yang terhenti
dan mulut yang mengatup
kau menutup hari dengan menjalin benang-benang cahaya keemasan
menjadi selimut yang menemani hingga pagi datang

lalu bunga sakura menyapamu bersama udara yang hangat
bagimu,
hembusan semilir angin adalah aroma yang kita hirup bersama
adalah langit yang kita pandang bersama
adalah kelopak merah muda yang menunggu masa
jatuh kepada tanah yang menantikannya sejak lama

dan bunga sakura pun gugur lagi
mengingatkanmu pada jalan sunyi yang telah kau susuri
dan segala tanya yang tak pernah tuntas
serupa ruang hening yang tak pernah berani kau tengok
serupa daun kering yang kau beri nama, namun enggan kau sapa
serupa hati yang mencari tempat kemana berlabuhnya

bunga sakura akan gugur lagi
dengan atau tanpa kau berlari untuk mencari
dengan atau tanpa kau menyibakkan kelam
pada hatimu sendiri.

Makassar, 3 April 2014