Selasa, 31 Juli 2012

Diketuk Cintamu

pada semburat sinar rembulan
yang tempo lalu kita perbincangkan
dititipkannya rindu dan cinta padamu
ahlan, Ramadhan

bagaimana ceritamu tentang lapar dan dahaga?
juga sujud-sujud hening yang memintal doa
mengetuk-ngetuk langit dengan segala harap
dan butir-butir bening yang tertetes di sajadah
merintihkan perih akan takut padaNya
juga diantara lantun kekataNya yang kau rapal di pagi dan petang

lalu diketuk cintamu dengan tertakdirkan
berjumpa padanya, Ramadhan
menjalani siangnya, Ramadhan
melalui malamnya, Ramadhan
dalam segala damai dan tenang
seperti kemarin, saat kau masih saja menyisakan senyum di ingatanku
pada kebahagiaan itu
saat membasahkan dahaga
dan nanti, saat berjumpa denganNya

namun, disana rupanya
diketuk pula cintamu
nun jauh dari Palestina
memanggil-manggil dari Suriah
kemudian sekelompok Rohingya
atau juga yang lainnya; yang terbungkam jeritnya oleh sekat-sekat jarak yang harusnya kini tidak lagi ada artinya

saat diketuk cintamu,
maka masihkah bahkan untuk doa pun
hanya hajatmu saja yang kau sebut?