Rabu, 21 September 2011

[Lomba PK] INI DIA! Paket Souvenir buat Pemenang!


Baju kaos sulawesi, tas selempang toraja, miniatur perahu phinisi, kopi toraja, kue bugis, tempat pensil kain sengkang, dan gantungan kunci

InsyaAllah, paket ini akan kami persembahkan untuk penulis tiga naskah terbaik dalam Lomba Menulis Potret Kematian. Yang sudah selesai nulisnya, jangan ragu layangkan naskahmu! Yang sudah tau infonya, segera mulai nulis yah.. Yang masih bingung saya lagi bahas apa, cekidot: http://rausyanfiqr.blogspot.com/2011/09/lomba-menulis-potret-kematian.html.
Kami masih menunggu naskah terbaikmu! Ayo bersama saling bernasihat, ayo menulis kebaikan! ^_^

Senin, 19 September 2011

Tapi yang Aku Lihat


Langit biru tua
dan daun gugur yang mengeras di atas tanah itulah
yang kelak akan menjadi saksi
atas setiap kata yang diteriakkan
ya, akan dimintai pertanggungjawaban

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang bergegas di pagi hari untuk menunaikan tugasnya
ia yang mengajarkan kami untuk bersiap-siaga
dan tidak ada celah untuk mengkhianati akad

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang bertahun-tahun merajut sabar
lalu kembali ke rumah saat senja
dengan segala lelah
namun pandangannya masih tetap bertanya,
"bagaimana harimu, Nak?"

tapi, yang aku lihat
adalah lelaki yang meletakkan rejeki di tangan kami
sambil memastikan lewat hati
bahwa hanya yang halal yang akan ia bawa ke rumah ini

saat ragu datang,
kupandang mata bunda sambil bertanya lewat jiwa
lalu segera kutemukan jawab
bahwa tidak ada lagi ruang untuk ragu
karena ia telah memahami tentang semua itu

teriakkanlah!
tuliskanlah apa saja!
demi Allah, setiap kata akan diminta pertanggungjawabannya!
katakan saja,
sebab yang aku lihat
adalah lelaki pertama

adalah ayah.

gambar:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/42/Screenshot_Father_and_Daughter.jpg

Sabtu, 17 September 2011

Kultwit #Write @salimafillah


1. Menulis adalah mengikat ilmu & pemahaman. Akal kita sebagai kurniaNya, begitu agung dayanya menampung sedemikian banyak data-data. #Write

2. Tapi kita kadang sulit memanggil apa nan telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu berkeliaran & bersembunyi di jalur rumit otak kita. #Write

3. Maka menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea, sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab. #Write

4. Demikianlah kita fahami kalimat indah Asy Syafi'i; ilmu adalah binatang buruan, & pena yang menuliskan adalah tali pengikatnya. #Write

5. Menulis juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah ilmu & dikaruniai pengertian; adakah kemajuan? #Write

6. Itu bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan. #Write

7. Jika tulisan kita 3 bulan lalu telah bisa kita tertawai; maka terbaca adanya kemajuan. Jika masih terkagum juga; itu menyedihkan. #Write

8. Lebih lanjut; menulis adalah mengujikan pemahaman kepada khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan & penilaian. #Write

9. Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar & sarasehan; tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan. #Write

10. Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang meluruskan kebengkokan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan. #Write

11. Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas tambahan pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian tajam. #Write

12. Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu & ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak. #Write

13. Adagium Latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi. #Write

14. Tapi bagi kita, makna keabadian karya bukan hanya soal masyhurnya nama; ia tentang pewarisan nilai; kemaslahatan atau kerusakan. #Write

15. Andaikan benar bahwa Il Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran... #Write

16. ..seperti terisyu tentang Napoleon, Hitler, & Stalin; akankah dia bertanggungjawab atas berbagai kezhaliman nan terilham bukunya? #Write

17. Sebab bukan hanya pahala yang bersifat 'jariyah'; melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan. #Write

18. Mungkin tak separah Il Principe; tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berrantai-rantai. #Write

19. Dan bahagialah bakda pengingat; huruf bisa menjelma dzarrah kebajikan; percikan ilhamnya tak putus mencahaya sampai kiamat tiba. #Write

20. Lalu terkejutlah para penulis kebenaran, kelak ketika catatan amal diserahkan, "Ya Rabbi, bagaimana bisa pahalaku sebanyak ini?" #Write

21. Moga kelak dijawabNya, "Ya, amalmu sedikit, dosamu berbukit; tapi inilah pahala tak putus dari ilham kebajikan nan kau tebarkan." #Write

22. Tulisan sahih & mushlih; jadi jaring yang melintas segala batas; menjerat pahala orang terilham tanpa mengurangi si bersangkutan. #Write

23. Menulis juga bagian dari tugas iman; sebab makhluq pertama ialah pena, ilmu pertama ialah bahasa, & ayat pertama berbunyi "Baca!" #Write

24. Tersebut di HR Ahmad & ditegaskan Ibn Taimiyah dalam Fatawa, "Makhluq pertama yang diciptaNya ialah pena, lalu Dia berfirman... #Write

25. .."Tulislah!" Tanya Pena; "Apa yang kutulis, Rabbi?" Kata Allah; "Tulis segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluqKu." #Write

26. Adapun ilmu yang diajarkan pada Adam & membuatnya unggul atas malaikat nan lalu bersujud adalah bahasa; kosa kata. (QS 2: 31) #Write

27. Dan "Baca!"; wahyu pertama. Bangsa Arab nan mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis-baca

28. ..menulis -kata mereka- ialah alat bantu bagi yang hafalannya di bawah rata-rata>, tiba-tiba meloncat ke ufuk, jadi guru semesta. #Write

29. Muhammad hadir bukan dengan mu'jizat yang membelalakkan; dia datang dengan kata-kata yang menukik-menghunjam, disebut 'Bacaan'. #Write

30. Maka Islam menjelma peradaban Ilmiah, dengan pena sebagai pilarnya; wawasan tertebar mengantar kemaslahatan ke seantero dunia. #Write

31. Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita; sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia & mengubah dunia. #Write

32. Bagaimana sebuah tulisan bisa mengilhami; tak tersia, tak jadi tragika, & tak menjatuhkan penulisnya dalam gelimang kemalangan? #Write

33. Saya mencermati setidaknya ada 3 kekuatan yang harus dimiliki seorang penulis menggugah; Daya Ketuk, Daya Isi, & Daya Memahamkan. #Write

34. Daya Ketuk ini paling berat dibahas; yang mericau ini pun masih jauh & terus belajar. Ia masalah hati; terkait niat & keikhlasan. #Write

35. Pertama, marilah jawab ini: 1} Mengapa saya harus menulis? 2} Mengapa ia harus ditulis? 3} Mengapa harus saya yang menuliskannya? #Write

36. Seberapa kuat makna jawaban kita atas ke-3 tanya ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati aneka tantangan menulis. #Write

37. Alasan kuat tentang diri, tema, & akibat dunia-akhirat jika tak ditulis; akan menggairahkan, menggerakkan, membakar, menekunkan. #Write

38. Keterlibatan hati & jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan. #Write

39. Tetapi; tak cukup hanya hati bergairah & semangat menyala saja jika yang kita kehendaki adalah keinsyafan suci di hati pembaca. #Write

40. Menulis memerlukan kata yang agung & berat itu; IKHLAS. Kemurnian. Harap & takut hanya padaNya. Cinta kebenaran di atas segala. #Write

41. Allah gambarkan keikhlasan sejati bagai susu; terancam darah & kotoran, tapi terupayakan; murni, bergizi, memberi tenaga suci... #Write

42. ...dan mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat & bertaqwa (QS 16: 66). #Write

43. Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah & tak mudah; ada goda kotoran & darah; kekayaan & kemasyhuran, riya' & sum'ah. #Write

44. Jika ia berhasil dilampaui; jadilah tulisan, ucapan & perbuatan sang penulis bergizi, memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci. #Write

45. Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur kotoran & darah, racun & limbah; lalu disajikan pada pembaca. #Write

46. Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat di hati, ampuni bocornya syahwat itu & ini, di tiap kali kami gerakkan jemari menulis & berbagi. #Write

47. Sebab susu tak murni, tulisan tak ikhlas, memungkinkan 2 hal: a) pembaca muak, mual, & muntah bahkan saat baru mengamati awalnya. #Write

48. Atau lebih parah: b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di jiwanya justru penyakit-penyakit berbahaya. #Write

49. Menulis berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati pembaca pohon ketaqwaan. Itulah daya ketuk sejati. #Write

50. Daya sentuh, daya ketuk, daya sapa di hati pembaca; bukan didapat dari wudhu' & shalat yang dilakukan semata niat menoreh kata... #Write

51. ...Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Maha Perkasa, semuanya; bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa.. #Write

52. ...lalu menulis itu sekedar 1 dari berbagai pancaran cahaya yang kemilau dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan nan mengemuka. #Write

53. Setelah Daya Ketuk, penulis harus ber-Daya Isi. Mengetuk tanpa mengisi membuat pembaca ternganga, tapi lalu bingung berbuat apa. #Write

54. Daya Ketuk membuat pembaca terinsyaf & tergugah; tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru. #Write

55. Daya Isi adalah soal ilmu. Mahfuzhat Arab itu sungguh benar; "Faqidusy Syai', Laa Yu'thi: yang tak punya, takkan bisa memberi." #Write

56. Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu & berbagi; membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti. #Write

57. Ia menyimak apa yang difirmankan Tuhannya, mencermati yang memancar dari hidup RasulNya; & membawakan makna ke alam tinggalnya. #Write

58. Dia fahami ilmu tanpa mendikotomi; tapi tetap tahu di mana menempatkan yang mutlak terhadap yang nisbi; mencerahkan akal & hati. #Write

59. Penulis sejati memiliki rujukan yang kuat, tetapi bukan tukang kutip. Segala yang disajikan telah melalui proses internalisasi. #Write

60. Penulis sejati kokoh berdalil bukan hanya atas yang tampak pada teks; tapi disertai kefahaman latar belakang & kedalaman tafsir. #Write

61. Dengan proses internalisasi; semua data & telaah yang disajikan jadi matang & lezat dikunyah; pembacanya mengasup ramuan bergizi. #Write

62. Sebab konon 'tak ada yang baru di bawah matahari'; tugas penulis sebenarnya memang cuma meramu hal-hal lama agar segar kembali. #Write

63. Atau mengungkap hal-hal yang sudah ada, tapi belum luas dikenali. Diperlukan ketekunan untuk melihat 1 masalah dari banyak sisi. #Write

64. Atau mengingatkan kembali hal-hal yang sesungguhnya telah luas difahami; agar jiwa-jiwa yang baik tergerak kuat untuk bertindak. #Write

65. Maka dia suka menghubungkan titik temu aneka ilmu, penuh pemaknaan segar & baru, dengan tetap berpegang kaidah sahih & tertentu. #Write

66. Dia hubungkan makna nan kaya; fikih & tarikh; dalil & kisah; teks & konteks; fakta & sastra; penelitian ilmiah & rasa insaniyah. #Write

67. Dia menularkan jalan ilmu untuk tak henti menggali; tulisannya tak membuat orang mengangguk berdiam diri; tapi kian haus mencari. #Write

68. Ia bawakan pemaknaan penuh warna; beda bagi tiap pembaca; beda bagi pembaca sama di saat berbeda. Membaru & mengilhami selalu. #Write

69. Maka karyanya melahirkan karya; syarah & penjelasan, catatan tepi & catatan kaki, juga sisi lain pembahasan, & bahkan bantahan. #Write

70. Setelah Daya Ketuk & Daya Isi; seorang penulis kan kokoh & luas kemanfaatannya jika mampu menguasai Daya Memahamkan pada pembaca. #Write

71. Seorang penulis menggugah memulai Daya Memahamkan-nya dengan 1 pengakuan jujur; dia bukanlah yang terpandai di antara manusia. #Write

72. Sang penulis sejati juga memahami; banyak di antara pembacanya yang jauh lebih berilmu & berwawasan dibandingkan dirinya sendiri. #Write

73. Dalam hati, dia mencegah munculnya rasa lebih berilmu daripada pembacanya: "Aku tahu. Kamu tidak tahu. Maka bacalah, kuberitahu." #Write

74. Setiap tulisan & buku yang disusun dengan sikap jiwa penulis "Aku tahu! Kamu tak tahu!" pasti berat & membuat penat saat dibaca. #Write

75. Kadang senioritas atau lebih tingginya jenjang pendidikan tak sengaja melahirkan sikap jiwa itu. Sang penulis merasa lebih tahu. #Write

76. Mungkin itu menjelaskan; mengapa beberapa textbook kuliahan tak ramah dibaca. Penulisnya Prof., pembacanya belum lama lulus SMA. #Write

77. Sikap jiwa kepenulisan harus diubah; dari "Aku tahu! Kamu tak tahu!" menjadi suatu rasa nan lebih adil, haus ilmu, & rendah hati. #Write

78. Penulis sejati ukirkan semboyan, "Hanya sedikit ini yang kutahu, kutulis ia untukmu, maka berbagilah denganku apa yang kau tahu." #Write

79. Penulis sejati sama sekali tak berniat mengajari. Dia cuma berbagi; menunjukkan kebodohannya pada pembaca agar mereka mengoreksi. #Write

80. Penulis sejati berhasrat tuk diluruskan kebengkokannya, ditunjukkan kelirunya, diluaskan pemahamannya, dilengkapi kekurangannya. #Write

81. Penulis sejati jadikan dirinya bagai murid yang mengajukan hasil karangan pada guru; berribu pembaca menjelma dosen berjuta ilmu. #Write

82. Inilah yang jadikan tulisan akrab & lezat disantap; pertama-tama sebab penulisnya adil menilai pembaca, haus ilmu, & rendah hati. #Write

83. Pada sikap sebaliknya, kita akan menemukan tulisan yang berribu kali membuat berkerut dahi, tapi pembacanya tak kunjung memahami. #Write

84. Lebih parahnya; keinginan untuk tampil lebih pandai & tampak berilmu di mata pembaca sering membuat akal macet & jemari terhenti. #Write

85. Jika lolos tertulis; ianya jadi kegenitan intelektual; inginnya dianggap cerdas dengan banyak istilah yang justru membuat mual. #Write

86. Kesantunan Allah jadi pelajaran buat kita. RasulNya menegaskan surga itu tak terbayangkan. Tapi dalam firmanNya, Dia menjelaskan. #Write

87. Dia gambarkan surga dalam paparan yang mudah dicerna akal manusia; taman hijau, sungai mengalir, naungan rindang, buahan dekat.. #Write

88. ..duduk bertelekan di atas dipan, dipakaikan sutra halus & tebal, pelayan hilir mudik siap sedia, bidadari cantik bermata jeli.. #Write

89. Allah Maha Tahu, tak bersombong dengan ilmu; Dia kenalkan diriNya bukan sebagai Ilah awal-awal, melainkan Rabb nan lebih dikenal. #Write

90. Penulis sejati menghayati pesan Nabi; bicaralah pada kaum sesuai kadar pemahamannya, bicara dengan bahasa yang dimengerti mereka. #Write

91. Penulis sejati mengerti; dalam keterbatasan ilmu nan dimiliki, tugasnya menyederhanakan yang pelik, bukan merumitkan yang mudah. #Write

92. Itupun tidak dalam rangka mengajari; tapi berbagi. Dia haus tuk menjala umpan balik dari pembaca; kritik, koreksi, & tambah data. #Write

93. Penulis sejati juga tahu; yang paling berhak mengamalkan isi anggitannya adalah dirinya sendiri. Daya Memahamkan berhulu di sini. #Write

94. Sebab seringkali kegagalan penulis memahamkan pembaca disebabkan diapun tak memahami apa yang ditulisnya itu dalam amal nyata. #Write

95. Begitulah Daya Memahamkan; dimulai dengan sikap jiwa yang adil, haus ilmu, & rendah hati terhadap pembaca kita, lalu dikuatkan.. #Write

96. ..dengan tekad bulat tuk jadi orang pertama yang mengamalkan tulisan, & berbagi pada pembaca secara hangat, akrab, penuh cinta. #Write

98. Kita lalu tahu; menulis bukanlah profesi tunggal & mandiri. Ia lekat pada kesejatian hidup sang mukmin; tebar cahaya pada dunia. #Write

99. Maka menulis hanya salah satu konsekuensi sekaligus sarana bagi si mukmin tuk menguatkan iman, 'amal shalih, & saling menasehati. #Write

100. Jika ada 'amal lain yang lebih kuat dampaknya dalam ketiga perkara itu; maka kita tak boleh ragu: tinggalkan menulis menujunya:) #Write



Duhai Allah, jadikanlah tiap kata sebagai semangat untuk senantiasa penjadi pengamalnya yang pertama, menunaikan tugas sebagai seorang khalifah, menjadi salah satu bentuk ibadah yang menuai pahala, dan nama kami yang tertambat di sana, sungguh bukan agar menuai kagum dari manusia, namun agar kami senantiasa istiqamah.Aamiin.

Jumat, 16 September 2011

cerita



jarum jam yang berdetak

menyanyikan lagu selamat tinggal pada purnama sempurna

ia juga yang senantiasa tepati janjinya

waktu kita mengulum senyum dan harap pada tiap penanggalan di akhir senja

"akan kutemukan dirimu, dimana pun kau berada..."


dimana perginya daun-daun gugur yang kau pintal dengan asa?

juga wajah cerah saat melihat mentari yang terbit

lalu memancarkan sinarnya dari celah-celah reranting yang mulai mengering

"tidak akan kulupakan, sepahit apapun kisah kita..."


tapi bukankah menyakitkan,

jika sembari berjalan terus meski lelah

lalu tidak kudapati langkahmu di jalan yang sama

"jika seperti ini, dapatkah nanti kita kembali jumpa?"

Sabtu, 10 September 2011

[Lomba Menulis] Potret Kematian


Ada aura mencekam dari deret empat huruf itu. Sebuah kata yang sejatinya sangat dekat dengan kehidupan kita, namun sekaligus menjadi pemutus dari segala kenikmatan dunia: M.A.T.I. Yah, mati. Entah telah berapa kali dalam hidup kita, kita menyaksikan peristiwa ini. Mungkin ia terjadi pada seorang tokoh besar yang hanya kita saksikan lewat televisi, hingga saat ia tertakdir untuk orang yang sangat dekat dengan kehidupan kita sendiri. Berbagai macam potret kematian itu sebagainnya mungkin hanya kita anggap sebagai angin lalu, tapi sebagian lainnya cukup dapat menghentak perhatian kita, meski hanya untuk beberapa waktu. Setiap jiwa akan merasakan mati, olehnya itu, satu-satunya kepastian dalam kehidupan, justru adalah kematian itu sendiri. Dialah sebaik-baik nasihat yang dapat menyadarkan kita bahwa hidup memang tak selamanya, serta menyolek nurani kita untuk kembali menengok sejauh mana perbekalan yang kita kumpulkan untuk perjalanan panjang setelah kematian.

Nah, lomba ini mengajak kamu untuk mengikat makna yang terserak dari berbagai macam potret kematian di sekitar kita. Agar kita dapat mengambil jeda dan melihat fenomena ini dengan lebih jelas bahwa kematian justru hanya bermakna bagi kita; manusia yang masih diberi kehidupan.

Ketentuan lomba:
Lomba terbuka untuk umum.
Panjang Naskah 3-4 halaman (ukuran kertas A4, spasi 1,5).
Tulisan dalam bentuk narasi ala Chiken Soup
Naskah merupakan karya asli penulis, bukan saduran, dan belum pernah diterbitkan di media manapun.
Naskah berkisah tentang potret kematian yang ditemukan penulis dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah dikirim ke email: potretkematian@gmail.com dalam bentuk lampiran dengan format subjek PK_Judul naskah_Nama penulis. Sertakan biodata naratif maksimal 250 kata di akhir naskah. Email balasan menunjukkan bahwa naskah sudah diterima oleh penyelenggara.
Peserta hanya boleh mngirimkan satu naskah terbaiknya.

Hadiah
Juara I : paket buku senilai Rp 150rb + paket souvenir khas Makassar
Juara II : paket buku senilai Rp 100rb + paket souvenir khas Makassar
Juara III : paket buku senilai Rp 50rb + paket souvenir khas Makassar
dan Paket Buku untuk Pengirim Naskah Pertama !!!

25 naskah terbaik insya Allah akan diusahakan untuk diterbitkan di penerbit major. Atau bila tidak memungkinkan, akan diterbitkan secara indie. Royalti akan disumbangkan untuk saudara2 kita di Palestina melalui komunitas MP for Palestine* (mp4p.multiply.com)

Lomba ini dimulai sejak tanggal 11 September 2011 dan berakhir pada 25 September 2011 pukul 23.59 WIB. Pengumuman pemenang pada tanggal 9 Oktober 2011 melalui postingan FB/blog penyelenggara. Keputusan juri bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat.


Penyelenggara:

Sari Yulianti (akuai.multiply.com)

Diena Rifa'ah (megalotus.multiply.com)

Jumat, 09 September 2011

kelabu kebiru-biruan


kelabu kebiru-biruan itu

mengingatkanku tentangmu

rasanya ingin segera saja kutarik tanganmu kesini untuk duduk membersamai

"bukankah terlalu banyak kenangan di tempat sederhana ini?"


segala tawa ceria kita, kau tahu, akan selalu membangkitkan semangat baru

bahkan kepada langit mendung sekalipun

semua tetes air mata itu, kau tahu, ia selalu diseka bukan hanya dengan jemari

tapi juga dengan hati yang berbalur segala kehangatan yang ia miliki

saling meyakinkan bahwa kita memang tidak pernah sendiri


lalu setiap tetes cahaya yang kita saksikan terus menyempurnakan dirinya

pada masing-masing jiwa

pada masing-masing pencapaian yang kita daki selangkah demi selangkah

aku mungkin terlalu lambat

tapi aku tahu, kau tidak akan pernah meninggalkanku barang sesaat


kelabu kebiru-biruan itu mengingatkanku padamu

jika saja kau di sini

lihatlah, sepertinya ada yang telah hilang di tempat ini

(September 9 '11)


Kamar Indy, dengan pikiran melayang ke beranda mushalla Al Iqra.


Kamis, 08 September 2011

bincang


"Lihat dia!"

"Siapa? Gadis itu?"

"Ya, kasian dia..."

"Ada apa? Bukankah dia nampak baik-baik saja?"

"Dia terlalu lama mengambil jeda. Hingga akhirnya kehilangan semangatnya sendiri.."

"Bukan. Menurutku dia terlalu lama memandang ke belakang. Melihat ke masa lalu. Lalu menemukan kesalahan yang menjadi langkah awalnya dulu. Sayang, perjalanannya sudah terlalu jauh.."

"Begitulah dia. Sekarang sibuk dengan pikirannya sendiri..Dia menatap kawan seperjuangannya dulu sambil bergumam-gumam; bukankah menyakitkan? Dulu menatap ketaatanmu dari jauh, kini hanya dapat melihatnya pada masa lalu... Padahal kita bersama masa itu, namun kini kau tidak lagi berjalan sebaris denganku..."

"Sebenarnya tidak mengapa ia memikirkan itu..."

"Iya, tapi jedanya kini tak lagi sejenak. Terlalu lama sehingga ia terengah-engah untuk memulai kembali segalanya..."

"Atau bahkan ia khawatir bakal menjadi seperti rekan seperjuangannya yg pergi itu?"

"Entahlah. Tapi sepertinya ia masih mengusahakan diri, untuk perkara itu, sepertinya masih bisa ia menguatkan diri...Tapi ia sendiri tau, bahwa hidupnya bukan hanya melulu tentang satu masalah saja. Masih banyak hal lain yang perlu ia selesaikan. Segera!"

"Tapi bukankah memang jiwanya tidak pernah disana?"

"Ya, benar.. Tapi ia telah memilih, seberapapun sebelumnya ia terpaksa, akhirnya ia sendiri yg memutuskannya, dan ia harus mempertanggungjawabkannya!"

"Aku rasa, dia tau betul tentang itu..Dia hanya butuh waktu.."

"Ya, tapi sebaiknya tidak terlalu lama. Aku khawatir ia akan tergoda pada hal-hal lain yang sesuai dengan jiwanya, lalu lupa pada pengorbanannya yang telah memasuki tahun kelima."

"Seperti semua hal yang telah dia lalui. Saat dia telah memulai, maka dia pula yang akan menyelesaikannya. Bagaimana pun caranya."

"Semoga saja.."

"Tapi, kawan. Siapa sebenarnya dia? Gadis itu?"

"Lho? Dia itu yang menulis perbincangan ini..."

Minggu, 04 September 2011

untuk Aafiyah


bagaimana dunia, Aafiyah?
bukankah ia adalah dominasi merah muda
bersama gelembung-gelembung sabun yang bening
meletus di atas ponimu
lalu kau tertawa
hari-hari selalu cerah

tidak usah risau, Aafiyah
pada masa depan Ayah dan Bunda
sebab segala yang tertakdir telahlah benar
kelak, mengertilah bahwa haruslah kita terima
haruslah kita ikhlaskan
namun saat ini,
tersenyumlah seperti biasanya, cinta

sebab akan selalu ada cahaya meski kelam telah pekat
walau hanya setitik dengan pendar yang buram
bahkan kini, ia masih saja dipandang benderang selayaknya bulan baru di tengah malam
maka nikmati saja
biarkan esok kau terjaga dari tidur nyenyak-mimpi indah
dan dunia tetaplah merah muda
cerah
dan kau suka
(September, 4 '11)