Selasa, 31 Januari 2012

februari, sepotong puisi


potongan puisi untuk puisi walimah yang saya nantikan di awal februari ini. Duh, kok saya yang jadi tegang yah.. *heu..

Selasa, 24 Januari 2012

detak


izinkan aku jatuh cinta
pada tiap sinar mentari yang tercurah
dan menyelip pada sela-sela awan
yang bergeser pelanpelan
saat tersapu angin sepoi
yang juga memainkan anak rambutmu

aku tidak akan menghitung janji-janji
tapi aku yakin
pada bisik rembulan diam-diam
saat menatapmu mengangkat wajah dari sujud panjang itu
adakah namaku dalam doamu?

lalu pada sudut-sudut malam saat ia sepi
kau tahu,
aku tidak pernah peduli pada warna bola matamu
sebab pada tiap rekam rindu ini
ada saja senyum yang terselip
demi tiap kenang yang berpendar
seperti kunang-kunang yang pertama kali kita lihat
dengan hati yang paling bening
di suatu hari
ya, aku sepertinya telah mengerti

aku sepertinya telah mengerti
saat kurasa ini adalah sebuah perkawanan lekat yang telah lama kunanti
lalu kau meralatnya
sebab kau rasa
kita lebih dari itu
kita adalah saudari
dari rahim suci yang terikat oleh perjanjian pasti
saat kita melangkah pada langkah yang sama
saat saling meraih meski tertatih
lalu pada tiap detak hari

saling berharap dapat berjumpa kembali

Senin, 23 Januari 2012

maka tentang yang ini pun, aku ingin kau tahu


pic by tuukka1 on devianart.com



tentang yang ini
saat berlalu masa-masa biru
dan banyak hal lain yang datang silih berganti
dan melengkapi tiap jengkal yang harus terlengkapi
aku ingin kau tahu
dan mencatatnya sebagai ragam jejak
yang kelak
menandai hadirku
padamu

kau tahu,
tiap langkah yang telah tergariskan ini
dan terlalui dengan caranya masing-masing
kadang mengubah lalu mengembalikan kita pada warna
yang paling pertama kita pilih
namun akhirnya kita mengerti
bahwa ada kalanya kita harus berganti
seperti langit yang cerah lalu berubah sendu
muram dengan senja
bahkan kelam oleh malam

tak mengapa,
sebab esoknya pagi akan kembali cerah

ya, ada rasa yang kita anggap miliki
namun ternyata harus hilang dan pergi
maka antarkan saja setiap celah yang selama ini buat kita bertanya;
di hadapan sana, apa lagi yang akan ada?

maka tentang yang ini pun,
aku ingin kau tahu
bahwa semua yang dulu telah membuat ragu
kini telah terang benderang
seperti tetes-tetes air hujan
yang menjelma warna-warni
saat ditimpa cahaya

bukankah indah?

Jumat, 20 Januari 2012

malam itu, tiba-tiba...

megalotusFILE; notebook tempat dulu saya menulis puisi-puisi sebelum punya laptop


ini mungkin menjadi puisi pertama yang saya posting untuk kedua kalinya di blog ini. Entahlah, hanya karena ingin saja. Puisi ini dibuat pada 11 Juli 2006 yang lampau, dan memperlihatkan pada saya sendiri, betapa katakata juga ikut bermetamorfosis bersama saya, seiring waktu. Lihatlah pemilihan diksinya yang lebih njlimet! Yah, saat itu, kebanyakan puisi yang saya buat adalah tipe 'puisi kamar' yang memang untuk saya tulis, saya baca, dan saya nikmati sendiri. Jika pun ada orang lain yang membacanya, silakan menikmatinya dengan cara Anda masing-masing, lalu saya merasa tidak penting untuk menjelaskan apapun. Yah, tidak ada pesan yang ingin tersampaikan selain pesan saya padanya saja; kata-kata yang menjadi teman setia untuk curhat, -kau tahu, yang tidak pernah bertanya 'mengapa?' dan tidak suka membocorkan rahasia. Hahaha.., anak muda..

sekarang, puisi menjadi tempat yang cukup nyaman untuk 'menyampaikan'. Untuk hadiah pada hari bahagia siapapun, untuk pesan kepada orang-orang sekitar yang saya inginkan kebaikan atasnya, pun untuk siapapun yang mungkin sedang berteduh pada 'SajakyangBerhamburan' ini. Saya berharap ada 'pesan-yang-sampai', hingga kemudian diksi pun menjadi tidak begitu suka-suka dan (semoga) lebih mudah dipahami. Meski pada akhirnya, saya tahu, ternyata hal itu sedikit banyak telah mengubah cara saya 'bergaul' dengan puisi.

tapi apapun itu, saya tetap menyukai mereka semua. Menyukai puisi-puisi yang saya buat. Karena saat 'menatap' mereka satu per satu, meski mungkin tidak begitu banyak yang tahu -dan mau tahu, saya sadar; saya telah melalui banyak hal, saya telah belajar banyak hal.

dan untuk 'Malam itu Tiba-Tiba...' ini, saya selalu ingat pernah menuliskannya pada sampul buku seorang senior. Buku yang baru ia beli. Buku yang ia minta saya menuliskan namanya di halaman depannya dengan rapi. Buku yang kemudian, ia minta untuk dituliskan puisi untuknya di bagian sampul belakangnya. Saya merindukan dia. Setelah ia melewati 'pertemuan yang mungkin justru menyebabkan lebih banyak perpisahan' itu. Tapi saya dengar, ia baik-baik saja. Mungkin, setelah perpisahan yang banyak, ia ternyata mengalami lebih banyak perjumpaan dengan orang-orang baik lainnya. Semoga. Lewat postingan ini, saya ingin puisi mewakili saya, bahwa: Malam ini, tiba-tiba saya mengingatmu, Kak Aisyah. :')


malam itu, tiba-tiba saja aku ingat pada sebuah perjumpaaan
dan tersenyum saat sadar bahwa kita telah lama jatuh cinta pada subuh dan embun di pucuk daun
dengan tergesa aku tuliskan banyak lamunan dan harap akan nyatanya
katanya,
kita jangan berdusta pada angin yang membawa benih-benih
angin yang menghempaskan dandelion di tanah baru tempat ia kembali merajut cerita
cerita tentang negeri dengan naga dan awan-awan
malam tu, tiba-tiba aku teringat pada sebuah pepisahan
saat kita berkta tanpa kata
walau kita sadar,
telah lama jatuh cinta pada nyanyi angin kala mentari datang.

Kamis, 19 Januari 2012

telah ada diam


telah ada diam
telah pula ada kata
maka telah ada cerita

kupilih untuk diam saja dan tidak memulai apa-apa
dulu, telah terajarkan untuk demikian
maka tiada yang akan terasa percuma


*aih, galau sekali nampaknya, padahal tidak pula ada apa-apa :p

senja

mungkin sebab kita terlalu tergesa untuk menyalakan lentera
sehingga tiba-tiba terperanjat bahwa ternyata senja masih cukup kemilau
untuk kita nikmati cahaya keemasannya
dengan seperti apa ia mampu bersinar

-----

suatu waktu
di saat seharusnya tersenyum
ada takut yang tiba-tiba datang
ada perih yg seketika menjerap
pada sebuah kemungkinan
pertemuan yang akan menjadi mula dari lebih banyak perpisahan

-----

tapi jiwa ini rapuh
perahu kertas yang kemarin kau hanyutkan
telah basah sempurna dan tenggelam
dan langit hanya dapat menaunginya seperti kemarin
memandangnya dalam luka
dalam duka

------

ibu bilang
hatimu keras
tapi kau tahu
itu dari luarnya saja
selebihnya ia dapat patah seketika
bukan oleh siapa-siapa
bukan pula oleh prasangka
tapi olehnya dirinya saja

saat ia menghimpun kata-kata di hadapannya
agar menyulam diri menjadi sehelai sapu tangan
sudikah bantu resapkan air mata?
(Januari, 19 '12)

Minggu, 08 Januari 2012

sebab sempurnalah



ada seutas lengkung yang menghiasi bibirmu hari ini
tersebab telah berjumpanya asa dengan nyata
oleh setiap bait-bait doa yang engkau titip
di malam-malam yang sepi
tanpa nama yang harus diperbicangkan
sebab kau yakin saja
suatu saat ia akan datang dan menemukan
siapa pun,
biarlah Allah yang memilihkan

lalu sebuah perjumpaan menjadi begitu manis
saat penyair berkata,
seolah tidak mengapa matahari padam
sebab cerah wajahmu telah siap menjelang
dengan taat yang paling sadar
kepada ia yang ridhanya dapat berbuah syurga


ingatkah kau pada kisah di suatu masa
saat Fatimah berbisik bahwa ia telah jatuh cinta
sebelum pertemuannya dengan ‘Ali disambut dengan Ahlan dan Marhaban?
Tahukah bagaimana gemuruh ‘Ali saat mengetahui
Bahwa sang kekasih dulu pernah menyimpan misteri
Dalam hatinya telah ada seorang pemuda yang entah siapa
Lalu Fatimah berkata lirih
Bahwa lelaki yang dikagumi
Tidak lain adalah ia yang kini menjadi sang zauji

maka bukankah kita mendoa untuk berkah?
agar berlimpahlah segala kebaikan
bukan karena jumlah, namun sebab pekanya jiwa
dan dikumpulkannya kau dan dia
dalam keindahan

tapi musim tidak pernah berjanji untuk senantiasa cerah
semoga tak mengapa, sebab telah tersiapkan diri untuk menghadapinya
biarkan saja badai cemburu sebab bibirmu tanpa keluh
namun justru saling bergandeng untuk menguatkan, menyadarkan bahwa telah ada yang saling melengkapkan
biarkan saja hujan turun membasahi bumi
sebab layaknya ia yang rindu berjumpa tanah
kau juga memiliki senyum paling indah
yang selalu menanti ia untuk kembali berjumpa
setelah hari-hari panjang yang melelahkan

setelah malam kelam yang lama
akan menjelang biru-putih langit yang kau suka
bahagialah!

telah sempurna separuh agama.

(January 7 '12)

*special present untuk Sari-Haniyah-Ummu Abdirrahman di hari bahagianya. Teriring doa setulus jiwa; Barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fii khair... :D

bau syurga


kubuka jejakmu dalam ruang kata

dalam lirih, hatiku saja yang langsung berucap;

ukhti, bukankah bau syurga seakan tercium kini?


*kata2 yg melompat seketika setelah membaca update blog Ukh Sari-Haniyah :)

Selasa, 03 Januari 2012

tiba-tiba cahaya

tiba-tiba cahaya menerebos dari balik langit
dan membelah awan-awan putih rimbun bersemi
lalu menyapa bumi yang baru saja hidup setelah mati
sehabis hujan turun dan bertemu dengan tanah yang menanti
ada bunga-bunga yang bermekaran di pepayung para gadis

ah, tidak ingin kupinjamkan lukisan untuk sajak ini
belum lagi diakui bahwa bahagia akan cahaya
memang baru saja terasa
setelah tersaput kelam berlama-lama

Senin, 02 Januari 2012

renung


Ukhti, ingatkah bagaimana dahulu Allah menyelamatkan kita ke jalan ini?
Mungkin lewat perantara sesungging senyuman yang mengajak kita ke taman syurga
Mungkin diawali dengan mata kantuk yang penuh keterpaksaan
Namun, pada akhirnya kita jatuh cinta
Untuk terus dalam lingkaran penuh berkah
Dan memilih jalan kebenaran, lalu menyusurinya


Ukhti, pernahkah terbayang jika saja itu tidak terjadi?
Mungkin, kita sekarang sedang berjalan dengan busana yang minim
Bersenda gurau dengan para lelaki
Lalu akan menjalani hari tanpa pernah ada arti
Setelah itu kita berakhir, tanpa sedikit pun terkenang
Tanpa sedikit pun yang tersisa

Maka, duduklah sejenak dan kita saling mengingatkan
Bahwa jalan ini dahulu ditempuh oleh para Nabi dan Rasul
Mereka yang bening hatinya
Dan kuat ibadahnya
Yang teramat dekat dengan Rabbnya.

Sementara kita?


Padanglah mata-mata polos itu
Pandangan adik-adik yang penuh takjub pada sosokmu
Sosok yang bagi mereka tanpa celah dan salah
Yang begitu terjaga dengan hijabnya yang kelam
Dengan tutur katanya yang penuh retorika
Tanpa pernah mereka tahu,
Bahwa di saat sendiri
Begitu banyak maksiat, kelalaian dan kesalahan yang kita perbuat
Berapa banyak aib yang masih Allah tutupkan
Prasangka yang tersembunyi dalam hati, pun dengan hitamnya jiwa yang terpoles oleh segala bentuk kemuliaan zhahir

Namun, dimana Allah?

Dimana Allah ketika kelalaian itu kita kecap?
Dimana Allah saat kemaksiatan itu kembali kita ulang?
Dimana Allah saat penyakit hati itu datang menyusup diam-diam, lalu kita pelihara, lalu kita permaklumkan atas segala sisi kemanusiaan dan pembenaran yang kita punya!
Kita tahu, ukhti.. Allah tidak pernah hilang, hanya mungkin, nurani kita yang kadang buta untuk merasakan kehadiranNya.

Lalu jika saja maksiat itu adalah bebauan yang menyengat,
Masih sanggupkah adik-adik itu ingin duduk membersamai kita?
Ah, jika Rasulullah digelari Al Amin sebab semua orang telah mengenal keindahan pekertinya
Maka sesungguhnya, amanah ini dipercaya kepada kita, justru sebab tidak banyak yang benar-benar mengenal siapa kita sebenarnya

Maka, adakah ruang untuk berbangga?

Ukhti,
Cobalah tengok kembali shaf perjalanan ini
Lalu temukanlah bahwa ternyata ada saja bagian kosong yang tidak lagi terisi
Dimana mereka?
Dimana para ukhti yang dulu kita sebut sebagai saudari seperjuangan itu?
Adakah mereka telah tertinggal, lalu terlampau lelah untuk kembali menyusul?
Ataukah mereka telah gugur, dan tidak akan pernah lagi kembali dan turut dalam jalan cahaya ini?

Yah, mereka yang mungkin justru menjadi jalan hidayah bagi kita
Mereka yang mungkin adalah pemilik senyum yang telah membuat kita jatuh cinta
Mereka yang bersama kita meresap setiap tetes hidayah, namun kini entah berada dimana?
Mereka, yang mungkin jauh lebih baik shalatnya, puasanya, ibadahnya, bahkan kebeningan hatinya, namun ternyata tidak lagi dipilih oleh Allah

Lalu perhatikanlah kita
Kita yang mungkin masih terseok untuk menjalani segalanya
Yang kadang harus jatuh dengan teramat sakit, lalu berusaha untuk kembali bangkit
Yang mungkin dengan keimanan yang begitu tipis hingga sangat mudah terombang-ambing
Namun, kita masih di sini
Allah masih memilih!

Lantas, apa lagi yang tidak kau syukuri?



Ukhti,
Terimalah untai kata ini sebagai jejak-jejak kasih
Sebagai tanda bahwa kita adalah satu tubuh
Bahwa kita adalah para batu-bata yang sedang membangun menara cahaya
Bahwa kita sedang mengambil hikmah dari ayat-ayat langit, lalu menebarkannya di bumi
Sebagai sebuah cara, agar kelak kita berada di belakang barisan para nabi dan syuhada
Sebagai salah satu hujjah, agar kelak kita berjumpa denganNya di jannah

Ukhti, tetaplah di sini
Bukankah kau pun ingin, bangunan ini kokoh suatu saat nanti
Denganku dan denganmu sebagai salah satu penyangganya
Meski tanpa kita, kau tahu jalan ini akan selalu terisi oleh jiwa-jiwa yang dipilihNya


Ukhti, maka janganlah beranjak pergi.

*dibacakan dalam Muktamar Forum Ukhuwah Muslimah

Barakallahu fiik; kepada akhwat yang terpilih untuk kembali bersama mendaki pegunungan cahaya, semoga kita dapat sampai di puncak dengan selamat. Semoga kita terus bersemangat, sepanjang usia, sepanjang kita percaya. Ayo, gebyarkan dakwah sekolah! :D